Para akademisi dan praktisi hukum di Jember menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Ada 3 isu utama yang menjadi sorotan. Yakni restoratif justice, perlindungan advokat, dan bantuan hukum.
- Khulaim Junaidi: Tugas Penting Mengisi Kemerdekaan Adalah Menggunakan Hak Politik Secara Benar
- Tanggung Jawab Jokowi Sampaikan Pesan Perdamaian ke Negara-negara yang Ambil Untung dari Konflik Rusia-Ukraina
- Proses Rekrutmen Tersendat, Jabatan Komisioner Bawaslu Jember Kosong
Hal itu terungkap dalam Fokus Group Diskusi (FGD) tertajuk 'Ngaji Hukum RKUHAP Series, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (FH Unmuh) Jember, Selasa, 29 April2025.
Hadir sebagai narasumber dari berbagai latar belakang, mulai akademisi, aparat penegak hukum, praktisi hukum dan perwakilan masyarakat sipil. Tiga pemantik utama adalah praktisi hukum Solehati (pendamping UPTD PPA Kabupaten Jember), dan 2 advokat senior, yakni Gatot Irianto, dan Suyatna.
Hadir juga sebagai tuan rumah, Dekan FH Unmuh Jember Ahmad Suryono, dan Komunitas Jurnalis Jember.
"Forum ini diselenggarakan untuk mengakomodasi pandangan dari berbagai pemangku kepentingan terhadap RKUHAP yang dalam waktu dekat akan dibahas di DPR RI," kata Ahmad Suryono, dikutip RMOLJatim.
Menurut dia, saat ini pemahaman tentang keadilan restoratif masih bersifat sektoral. Kejaksaan memiliki Peraturan Jaksa Agung, sedangkan Polri punya Perkap sendiri. Hal ini yang membuat pelaksanaannya di lapangan tidak seragam.
Perbedaan sudut pandang ini, lanjut dia, tidak boleh diabaikan. Karena itu forum diskusi seperti ini sangat penting agar proses legislasi tidak lepas dari realitas hukum di lapangan.
"Kami ingin hasil dari forum ini menjadi masukan yang konkret dan berdasar. Kami akan merangkum seluruh hasil diskusi dalam bentuk naskah akademik dan mengirimkannya kepada Komisi III DPR RI," katanya.
"Ini bentuk kontribusi akademik yang berbasis pada kondisi faktual di lapangan," sambungnya.
Suryono menjelaskan, pembuat undang-undang seringkali tidak memiliki pemahaman yang utuh tentang dinamika di tingkat daerah. Jangankan bicara secara nasional, di Jember saja ada banyak perbedaan pandangan di antara penegak hukum.
"Karena itu, suara dari daerah penting untuk didengar," terangnya.
Sedangkan Solehati yang dikenal sebagai pendamping perempuan dan anak korban kekerasan, menyoroti pentingnya pendekatan pemulihan korban dalam sistem hukum.
Menurut dia, keadilan tidak cukup berhenti pada penghukuman pelaku atau pemulihan pelaku.
"Negara harus mampu memulihkan korban, baik secara psikologis, sosial maupun hukum," tegas dia.
Sementara itu, Gatot Irianto menilai bahwa perlindungan terhadap advokat juga harus diperkuat dalam revisi RKUHAP. Sebab, masih ada stigma bahwa advokat adalah penghambat proses hukum.
"Padahal, peran kami adalah bagian integral dari sistem peradilan pidana yang adil," terang dia.
FGD ini merupakan bagian dari rangkaian diskusi yang akan berlangsung dalam tiga seri. Seri kedua akan mengangkat isu penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Adapun seri ketiga akan membahas mekanisme praperadilan dan proses persidangan.
Melalui forum ini, FH Unmuh Jember berharap dapat menjadi jembatan antara pemangku kebijakan nasional dengan realitas hukum yang terjadi di masyarakat. Kegiatan ini juga mencerminkan keterlibatan aktif kalangan akademik dalam proses pembaruan hukum nasional.
Apalagi pemerintah menargetkan penyusunan RKUHAP rampung pada akhir 2025. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, nantinya dijadwalkan mulai berlaku pada Januari 2026.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news