Aktivis dan Akademisi Soroti Rusaknya Infrastruktur di Banyuwangi

foto/RMOLJatim
foto/RMOLJatim

Dua puluhan orang yang terdiri dari aktivis dan akademisi menyoroti banyaknya infrastruktur di Kabupaten Banyuwangi yang rusak. Mulai jalan penghubung kecamatan dan desa hingga infrastruktur pertanian di pelosok desa, yang jumlahnya mencapai ratusan kilometer dan belum diperbaiki. Bahkan, beberapa di antaranya tak pernah tersentuh pembangunan.


Hal itu, terungkap dalam diskusi publik dengan tema 'Mengkritisi Kebijakan Bupati Banyuwangi: Rusaknya Infrastruktur di Banyuwangi dan Lemahnya Kepemimpinan Bupati Ipuk Fiestiandani Azwar Anas' di sebuah kafe di Kecamatan Genteng.

 Acara yang dipandu MK Abas itu, menghadirkan Andi Purnama yang didapuk jadi pengamat kebijakan publik dan Budi Kurniawan Sumarsono perwakilan Askonas (asosiasi kontraktor nasional) Banyuwangi.

 Budi Kurniawan Sumarsono mengatakan, per Agustus 2022 serapan anggaran untuk belanja modal jalan, irigasi dan jaringan masih diangka 8,54 persen dari jumlah realisasi belanja daerah Rp 1,3 triliun. Berbeda dengan belanja pegawai yang mencapai Rp 665 miliar atau 50,80 persen.

 "Wajah infrastruktur jalan tidak jauh dari wajah pemimpin itu sendiri. Jika infrastrukturnya jelek, ya tidak jauh dari wajah moralnya pemimpin," kata Wawan sapaannya, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (10/9).

 Kondisi tersebut, diperparah dengan kualitas infrastruktur yang dinilai jelek. Hal ini, diduga akibat dari sistem perencanaan yang kurang matang, sehingga serapan anggarannya menjadi timpang.

"Dan hasilnya besar kemungkinan juga buruk. Termasuk pelaksanaannya," imbuhnya.

 Ketimpangan itu, lanjutnya adalah ketidakadilan secara etik dan tidak seharusnya terjadi. Pelaku jasa konstruksi, kata dia, yang merupakan bagian dari UMKM seharusnya bisa kerja justru menganggur, “Kok tertunda serapannya ada apa, misterinya dimana,” katanya.

 “Kalau badan usaha itu tidak produktif persoalannya dimana? Apa karena tidak bisa komputer akhirnya tidak bisa daftar OSS, atau ada yang menyerap tapi tidak sesuai regulasi. Tapi tidak berani dimasukkan ke sistem, karena akan membuka situasi yang negatif. Karena monitoring evaluasi kan terintegrasi sampai ke Kemendagri,” paparnya menambahkan.

 Andi Purnama mengatakan, pada tahun 2018 Dinas PUCKPP pernah mengutus seorang pegawainya mengikuti diklat untuk membuat suatu sistem ke-PU-an dan. Agar pola pelaksanaan baik yang dilaksanakan atau yang direncanakan dengan sistem tersebut dapat lebih efektif, efisien dalam pengendalian pembangunan infrastruktur fisik. Namun, lanjutnya, hal itu tidak segera direalisasikan hingga tahun ini.

 “Kalau tidak ada itu, bagaimana PU menyikapi tata kelola dengan komprehensif, dengan sebaran sedemikian banyak dan sedemikian luasnya Kabupaten Banyuwangi, dengan tidak adanya penciptaan sistem. Agar dapat terkendali, baik oleh organisasi perangkat daerah teknis maupun perangkat daerah lainnya,” terang Andi.

 “Karena, sebaran proyek mulai usulan dari kelurahan sampai kabupaten. Hal itu perlu diinventarisasi, perlu di update, perlu di perbarui, perlu di susun kembali agar tidak tumpang tindih,” tambahnya.

 Atas dasar itu, Andi berharap, adanya sistem yang dapat menunjang kinerja dibidang pembangunan dapat segera diluncurkan. Selain juga, agar publik dapat berpartisipasi dalam mengendalikan setiap pembangunan di Kabupaten Banyuwangi.

 Sementara itu, inisiator diskusi, Mukhlisin mendesak kepada Pemkab Banyuwangi agar segera menentukan langkah-langkah konkrit untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak.

 “Pemerintah kan sudah punya satgas jalan berlobang, itu dioptimalkan seharusnya,” tegasnya.

 Mustolih menambahkan, keseriusan pemerintah kaitannya dengan petani hingga infrastruktur belum nampak alias tidak ada.

 “Pemimpin kita saat ini adalah dinasti politik yang kapitalistik, hanya ramai di permukaan seperti ‘pasar seng’. Karena kapitalistik hanya akan melakukan pembangunan yang menguntungkan saja. Jika tidak menguntungkan ya tidak dikerjakan,” pungkas Cak Toli.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news