Kelompok Aswaja Menangkal Aliran Liberal (AMAL) mengkritik langkah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang memasarkan toleransi berujung pencampuradukkan agama. Hal ini dinilai jauh dari batas wajar.
- Rencana DMI Bangun 10 Masjid di Gaza, Menag: Pahalanya Bukan di Dunia Saja Tapi Juga di Akherat
- Bersejarah Bagi Indonesia dan Pertama di Dunia, Menag Mewisuda Kader Ulama
- Di Forum 43 Negara, Menag Dorong Tatanan Baru Pengelolaan Zakat dan Wakaf
Sebagaimana diketahui Idul Fitri 1442 Syawal jatuh bersamaan dengan hari perayaan Kenaikan Isa Al-masih, momen ini dimanfaatkan Yaqut melalui Institute of Social Economic Digital (ISED) dan Nasaruddin Umar Office (NUO) untuk menggelar kegiatan Halal bihalal Lintas Iman dengan tema “Sambung Rasa Persaudaraan Antar Umat Beragama & Penghayat Kepercayaan”, Selasa (18/5) lalu.
Yaqut bahkan mewacanakan untuk meningkatkan toleransi dalam konteks beragama. “Mari terus meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama. Tidak terbatas simbolik perayaan ataupun peringatan keagamaan, namun terus ditingkatkan dalam kehidupan keagamaan dan kehidupan sosial kita,” ungkap Yaqut.
Bagi AMAL, statemen Yaqut tersebut terlihat begitu bijak, namun jika diamati lebih dalam lagi, dan juga melihat praktik toleransi versi pemikiran Yaqut, dapat melihat betapa mengerikannya dalam kacamata pengetahuan aqidah.
"Perlu dipahami bahwa bagi umat Muslim, tidak ada masalah jika Non Muslim ingin ikut mensemarakkan hari besar umat Muslim, dalam hal ini Hari Raya Idul Fitri. Akan tetapi mengajak umat Non Muslim ikut merayakan hari raya Idul Fitri, tentu bukan permintaan tanpa balas jasa, apalagi kegiatan tersebut dibungkus dalam rangka perayaan Idul Fitri dan Kenaikan Yesus," demikian surat terbuka AMAL ditujukan untuk Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas sebagaimana yang beredar di grup WhatsApp wartawan, Jumat (21/5).
AMAL menilai balas jasa tersebut bukan harta, melainkan pengorbanan aqidah, yakni umat Muslim dituntut juga ikut mensemarakkan hari besar Non Muslim dengan mengucapkan "Selamat Atas Kenaikan Yesus".
"Dalam jangka panjang, imbal balik balas jasa ini akan terjadi lebih ekstrem lagi. Sebagaimana telah kita ketahui, 3-4 tahun ke belakang sebagian umat Muslim awam, dengan senang hati diajak untuk mengikuti dan mensemarakkan kegiatan Natal bersama, bukan hanya dalam bentuk "silaturahim" akan tetapi sudah tahap ikut beribadah bernyanyi (ibadah ala Nasrani), hingga membaca shalawat dalam acara tersebut. Yang semuanya dilakukan dalam bungkus toleransi."
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Rencana DMI Bangun 10 Masjid di Gaza, Menag: Pahalanya Bukan di Dunia Saja Tapi Juga di Akherat
- Bersejarah Bagi Indonesia dan Pertama di Dunia, Menag Mewisuda Kader Ulama
- Di Forum 43 Negara, Menag Dorong Tatanan Baru Pengelolaan Zakat dan Wakaf