Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 1999-2010, Dr Andi Jamaro Dulung berpendapat ketua umum (Ketum) PBNU idealnya adalah seorang ulama yang secara akademik minimal bergelar doktor.
- Usai Dikasih Izin Tambang, Dikhawatirkan NU dan Muhammadiyah Tidak Kritis Lagi
- Silaturahmi ke Ketum PBNU, Khofifah : PP Muslimat NU Undang KH. Yahya Beri Pengarahan di Kongres XVIII Muslimat NU
- Cagub Luluk: Muhammadiyah Dan NU Penjaga Demokrasi Dan Ekonomi Jawa Timur
Alasan utamanya, NU adalah organisasi para ulama dan intelektual muslim, dan NU adalah gudangnya para ulama, kiai, dan cendekiawan. Sejak era KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketum PBNU, sudah ribuan kader NU yang mampu meraih gelar doktor atas fasilitasi PBNU.
“NU mempunyai ratusan profesor dan ribuan doktor, maka sudah semestinya apabila Ketum PBNU dijabat oleh seorang ulama yang bergelar profesor, atau setidak-tidaknya doktor,” kata Andi Jamaro dalam keterangan tertulis, Senin (20/12).
Karena itu, pada Muktamar ke-34 di Lampung, 22-23 Desember 2021, tokoh NU asal Sulawesi Selatan (Sulsel) itu menyampaikan permohonan maaf karena berpihak pada KH Said Aqil Siroj dan tidak mendukung KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sebagai Ketum PBNU periode 2021-2026.
Lebih khusus, Andi Jamaro meminta izin kepada para tokoh NU Sulsel untuk menyampaikan sejumlah alasan mengapa tidak berpihak kepada kaka kandung Menteri Agama, Yaqut Cholil Qouma (Gus Yaqut) itu.
“Tidak sampai hati dan tega menyerahkan jabatan Ketum PBNU kepada orang yang secara akademik formal tidak teruji, konon Gus Yahya tidak tamat S1,” katanya.
Menurut Andi Jamaro, PBNU membawai 274 Perguruan Tinggi NU (PTNU), dimana setiap perguruan tinggi tersebut dipimpin akademisi NU yang bergelar profesor dan doktor.
Sedangkan Ketum PBNU ibarat seorang chairman dari semua perguruan tinggi milik NU tersebut. Lalu akan menjadi sangat ironis bila seorang chairman dari 274 PTNU adalah orang yang tidak tamat pendidikan S1.
“Umumnya para tokoh NU yang menjadi pengurus PBNU kebanyakan adalah tokoh-tokoh NU dan para ulama yang bergelar doktor dan profesor. Sangat lucu sekali apabila jajaran pengurus PBNU yang berpendidikan lulusan S3 dan guru besar dipimpin tokoh yang kurang jelas riwayat pendidikannya,” paparnya.
Idealnya, tandas Andi Jamaro, PBNU dipimpin kader yang secara berjenjang berproses dan melalui kaderisasi di NU. Sedangkan Gus Yahya tidak pernah dikader di IPNU, PMII, dan Ansor. Konon, Gus Yahya hanya pernah menjadi aktivis HMI-MPO (Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi).
Sebagai tokoh NU Sulsel, Andi Jamaro mencermati bahwa sama sekali tidak ada indikasi Gus Yahya akan mengakomodir figur Sulsel dalam konfigurasi kepemimpinannya.
“Terbukti dengan komposisi calon AHWA (Ahlul Halli wal Aqdi), tim Gus Yahya sama sekali tidak mencatumkan ulama asal Sulsel. Padahal Sulsel punya tokoh NU seperti Prof Dr KH Nasaruddin Umar dan Prof Dr KH Najamuddin,” bebernya.
Selebihnya, meski sudah lebih 35 tahun berkiprah aktif di NU, Andi Jamaro menyebutkan belum mengenal sosok Gus Yahya.
“Baru belakangan dalam lima tahun terakhir, Gus Yahya tiba-tiba muncul dan menjabat Katib Aam Syuriah PBNU. Sangat tidak logis apabila mendukung seseorang yang tidak saya kenal,” tuntasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Usai Dikasih Izin Tambang, Dikhawatirkan NU dan Muhammadiyah Tidak Kritis Lagi
- Silaturahmi ke Ketum PBNU, Khofifah : PP Muslimat NU Undang KH. Yahya Beri Pengarahan di Kongres XVIII Muslimat NU
- Cagub Luluk: Muhammadiyah Dan NU Penjaga Demokrasi Dan Ekonomi Jawa Timur