Sejumlah elemen masyarakat menyesali pemerintah Indonesia yang tidak tegas dengan China mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB). Pasalnya, China mulai memberi penekanan terhadap Indonesia dengan meminta agar APBN sebagai agunan proyek tersebut.
- Punya Pengalaman dan Karakter Sebagai Partai Petarung, PDIP Lebih Baik Usung Puan Ketimbang Ganjar
- KPK: Demokrasi Indonesia Hancur Hanya Karena Satu Dua Politisi Korupsi
- Tanggapan Soal Rompi Biru Eri Cahyadi di Acara Pemuda Muhammadiyah Surabaya, Tak Ada Kaitannya dengan Politik
Menurut Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi, melibatkan APBN dalam proyek bussiness to bussiness (B to B) ini bukanlah langkah yang bijak terlebih APBN saat ini sedang kejar setoran usai babak belur dihantam pandemi Covid-19.
“Penjaminan utang dengan skema APBN bukan solusi ideal saat ini. APBN sedang mengejar target defisit wajib kembali ke bawah 3 persen sebelum 2024, sementara belanja perlindungan sosial, pengendalian inflasi, belanja pendidikan dan belanja rutin wajib diprioritaskan Pemerintah,” kata Achmad Baidowi kepada wartawan, Senin (17/4).
Menurutnya, jika APBN dibebankan dalam proyek KCJB ini maka ruang fiskal jelas akan semakin tertekan.
“Meski bentuknya penjaminan tetap ada risiko APBN yang terlibat dalam pembayaran bunga dan cicilan pokok apabila konsorsium Kereta Cepat mengalami kesulitan pembayaran utang,” katanya.
“Proyek Kereta Cepat awalnya adalah Business to Business sehingga permasalahan pembengkakan biaya selama proyek berjalan dapat diselesaikan dengan mekanisme bisnis, bukan melibatkan APBN yang notabene hasil pungutan pajak masyarakat,”demikian Achmad Baidowi dimuat Kantor Berita Politik RMOL.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Periksa Dirut PT KCIC, KPK Buka Kemungkinan Dalami Kasus Dugaan Suap Proyek Kereta Cepat
- Omongan SBY Benar, Proyek Kereta Cepat Akhirnya Banyak Masalah
- Bengkak Utang Kereta Cepat Jokowi Bukti Program Infrastruktur dan Transportasi Pemerintah Grasa-grusu