MENURUT orang-orang tua jaman dulu, virus corona baru atau Covid-19 yang sekarang mewabah disebut pagebluk – istilah wabah penyakit menular.
Karena tidak paham istilah penyakit. Maka, semua penyakit menular disebut pagebluk.
Epidemi pagebluk saat itu bisa disebabkan flu. Malah ada yang menyebut kutukan. Itu bagi yang percaya hal-hal gaib.
Ada lagi yang mengartikan pagebluk adalah gangguan para demit, setan, atau iblis.
Makanya para orangtua jaman dulu selalu melarang anak-anak untuk keluar rumah, terutama pada sore hari menjelang Magrib. Khawatir anak-anak terserang pagebluk.
Kalau pagebluk sudah menjangkiti, yang terkena biasanya langsung mati. Maklum, jaman dulu medis belum se-modern sekarang ini.
Untuk mengobati serangan pagebluk, mereka kerap datang ke dukun-dukun. Setelah disuwuk-suwuk terus pulang.
Bagi yang memiliki daya tahan tubuh kuat, tentu langsung sembuh. Bagi yang lemah, bisa saja langsung mati.
Nah, kondisi saat ini hampir mirip seperti itu. Virus corona telah menjadi pagebluk menakutkan.
Semua panik.
Dunia panik.
Negara-negara lockdown.
Cuma Indonesia yang tidak. Padahal update terbaru, sudah 96 orang terjangkiti.
Wajar jika teman saya panik. Saking paniknya usai berjabat tangan dia langsung menyemproti tangannya. Mungkin khawatir saya pembawa pagebluk.
Apakah aneh sikap teman ini? Ah, tidak juga.
Dia menjadi parno (panik) ada sebabnya. Sebabnya, pemerintah belum memberi rasa aman pada rakyat.
Selama ini rakyat hanya dicekoki tindakan-tindakan inluencer yang dananya digelontorkan hingga mencapai Rp 73 miliar.
Orang panik disuruh tidak panik. Bahkan di instansi-instansi digelar sosialisasi senam massal. Intinya masyarakat “tidak boleh panik”.
Lucu juga cara penanganan pagebluk ala pemerintah.
Orang disuruh tidak boleh panik namun tidak dibarengi solusi tepat penanganan pagebluk corona.
Kalau pun ada, sudah terlambat. Sejak awal pemerintahan Jokowi disarankan untuk melakukan kewaspadaan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), termasuk menyatakan perang besar melawan corona.
WHO bahkan sudah menyurati Presiden Jokowi terkait penanganan corona. Namun tampaknya pemerintah abai. Saran WHO bahwa pemerintah harus transparan tidak digubris.
Merasa negara paling kebal, pemerintah tidak melakukan lockdown. Pintu masuk Indonesia malah dibuka lebar-lebar.
Kesannya pemerintahan Jokowi hendak mereguk investasi di tengah kemelut wabah corona. Celakanya, hendak menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia “baik-baik saja”. Masalah pagebluk seolah bukan hal menakutkan bagi Indonesia.
Karena itu negara-negara lain jangan takut masuk Indonesia, terutama bila berkaitan dengan kepentingan investasi.
Cara penanganan pagebluk ala pemerintahan Jokowi ini tentu bertolak dengan era Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dulu saat wabah flu burung melanda dunia, SBY segera mengeluarkan peraturan presiden (Perpres) 7/2006 tentang virus flu burung. Sebab bagi SBY, keselamatan rakyat lebih utama.
Tampaknya cara pandang Jokowi berbeda dengan SBY. Rezim ini lebih memilih slowdown respon daripada lockdown.
Pemerintah tidak siap menghadapi serangan pagebluk. Atau jangan-jangan pemerintah tidak tahu cara menangani pagebluk. Kalau yang terakhir ini terjadi, maka gawat sekali.
Buktinya ketika corona pertama diumumkan, sama sekali tidak ada langkah taktis. Yang ada, justru setiap kepala daerah mengambil kebijakan masing-masing.
Seperti yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Begitu mendapati korban suspect corona pertama, pihaknya langsung mengambil langkah-langkah cepat karena situasinya sudah dianggap genting.
Di kampung halaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo langsung menetapkan wilayahnya masuk Kejadian Luar Biasa (KLB) corona, pasca dua pasien positif virus corona yang salah satunya meninggal dunia.
Karena itu wajar jika Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, Arief Poyuono menyindir Jokowi agar tidak jaga image (jaim) melakukan lockdown atau minimal membeberkan titik lokasi pasien yang terkena Covid-19 di Indonesia.
Kalau Jokowi jaim menyebut titik lokasi pasien lantaran takut Indonesia di-lockdown negara lain padahal negara lain sudah melakukan lockdown, maka jangan salahkan pagebluk jika tidak jaim menghabisi seluruh rakyat. Sebab, pemerintah sendiri sudah berdamai dengan pagebluk.
Noviyanto Aji
Wartawan RMOLJatim
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Bu Risma
- Apa Strategi Ganjar Menggeser Puan?
- Usia Capres dan Cawapres dalam Perspektif Politik & Psikologi