Presiden Joko Widodo sepertinya sedang dikelilingi orang-orang yang sengaja mempermalukan presiden di hadapan publik dengan memberi data-data yang salah.
- Dalami Dugaan Korupsi Stok Gula Impor, Kejagung Geledah Kantor Kemendag
- Kepala LKPP Bekukan Belasan Ribu Produk Impor untuk Lindungi Produk Dalam Negeri
- Mendag Zulkifli Hasan Musnahkan Pakaian Bekas Senilai Rp 8,5 Miliar
Demikian disampaikan pakar politik dan hukum dari Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam merespon pernyataan Jokowi yang mengklaim selama 3 tahun tidak ada impor beras. Bahkan pernyataan ini bertentangan dengan data yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS).
Dikatakan Saiful, problem seorang pemimpin adalah jika tidak mendapatkan informasi yang akurat dari orang terdekatnya.
"Kalau kemudian informasi yang diberikan kepada Jokowi tidak benar, maka sudah selayaknya orang yang memberikan informasi tersebut dikenakan sanksi sampai dengan pencopotan dari jabatannya," ujar Saiful dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (30/3).
Informasi yang disampaikan kepada presiden semestinya adalah informasi yang akurat. Apalagi, informasi tersebut dipublikasikan secara terbuka di ruang publik.
"Kalau sampai meleset, maka muka presiden taruhannya," ujarnya.
Sehingga, kata Saiful, hal seperti itu harus diminimalisir agar kewibawaan lembaga kepresidenan tetap terjaga.
"Saya melihat selama ini banyak data yamg tidak sinkron utamanya dengan data BPS. Ini sebenarnya data BPS yang salah atau ada pihak-pihak yang salah memberikan data kepada presiden?" heran Saiful.
Saiful pun curiga ada pihak yang sengaja ingin mempermalukan Presiden Jokowi di muka umum.
"Saya kira presiden harus cek apakah benar demikian, kalau memang benar ada, maka bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang dengan sengaja ingin menyesatkan Presiden di muka publik," pungkas Saiful.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Jokowi Dinilai Sedang Mengatur Skenario Gibran Capres 2029
- Beda Prabowo-Jokowi, Satunya Tak Pakai Buzzer Satunya Gunakan Buzzer
- Rampungkan Carut Marut Negara Dengan "Selesaikan" Jokowi