- Usai Dikasih Izin Tambang, Dikhawatirkan NU dan Muhammadiyah Tidak Kritis Lagi
- Silaturahmi ke Ketum PBNU, Khofifah : PP Muslimat NU Undang KH. Yahya Beri Pengarahan di Kongres XVIII Muslimat NU
- Cagub Luluk: Muhammadiyah Dan NU Penjaga Demokrasi Dan Ekonomi Jawa Timur
TULISAN saya kali ini bertitik berat kepada dua pihak. Pertama, kepada publik atau warganet yang menolak konsesi tambang kepada ormas keagamaan (dalam hal ini Nahdlatul Ulama/NU). Dan kedua, kepada Pengurus Besar NU (PBNU) yang notabene adalah pihak yang menerima tawaran Pemerintah atas kebijakan pengelolaan lahan tambang itu.
Kontroversi Konsesi Lahan Tambang Untuk Ormas Keagamaan
Semua kontroversi ini berawal dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. PP ini berlaku efektif sejak ditetapkan Presiden Joko Widodo tertanggal 30 Mei 2024.
Entah apa yang menjadi motivasi dan latar belakang Pemerintah menerbitkan PP ini, yang jelas ketika isu ini masih berupa desas-desus sampai PP terkait benar-benar diterbitkan, bahkan hingga saat saya menulis artikel ini, pro dan kontranya menjadi semakin santer.
Publik banyak yang menduga sekaligus menyayangkan tak sepatutnya PBNU yang notabene adalah ormas keagamaan yang selama ini lekat dengan moralitas agama, menerima tawaran pengelolaan tambang batu bara yang identik dengan bisnis kotor oleh sekelompok oligarkh dan perusakan lingkungan hidup.
Kekecewaan publik ini semakin bertambah ketika PBNU yang pernah mengharamkan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia di muktamar tahun 2015 dan rekomendasi di muktamar tahun 2021 untuk penghentian pembangunan PLTU batu bara oleh Pemerintah demi percepatan transisi energi yang lebih bersih, tetiba berubah pendirian ketika mendapat tawaran pengolahan tambang batu bara oleh Pemerintah melalui PP tersebut.
Seribu pertanyaan di benak khalayak, bahkan di internal Nahdliyin sendiri, mengapa PBNU tidak istiqamah dengan fatwa dan rekomendasinya sendiri? Apakah ini terkait dengan transaksi politik antara segelintir pembesar PBNU dengan Jokowi berkenaan dengan Pilpres 2024 kemarin? Mengapa jadi begini, kenapa kok jadi begitu?
Ketika dikonfirmasi pun, PBNU menjawab dengan berbagai alasan. Mulai dari jawaban bahwa NU memang butuh demi kemaslahatan Nahdliyin, hingga juga jawaban dari sisi fiqihnya yang intinya boleh-boleh saja siapapun (termasuk ormas keagamaan) menjadi pengelola lahan tambang. Nah, bisa jadi jawaban-jawaban ini malah membuat kecewa banyak orang. Bahkan ada yang bereaksi berlebihan di media sosial; sebagian warganet memplesetkan lambang NU dengan seenaknya sendiri.
PP yang Bermasalah dan Inkonstitusional
Sekarang giliran saya sebagai Nahdliyin kultural untuk menyikapi kontroversi ini. Saya secara pribadi adalah salah satu dari sekian warga NU yang mengkritisi bahkan menolak NU ikut-ikutan mengelola tambang batu bara. Pendapat saya seirama dengan pendapat publik dan aktivis-aktivis NU lainnya yang selama ini dikenal konsern dengan isu-isu lingkungan hidup. Seperti yang dikatakan Gus Ulil Abshar Abdalla dalam tulisannya, ada perbedaan pendapat dari sebagian Nahdliyin yang punya pandangan bahwa isu lingkungan hidup adalah isu strategis dan ideologis untuk melindungi Indonesia di masa depan dari kerusakan ekologi yang diakibatkan karena eksploitasi alam ini. Menurut saya, PP di atas sangat bermasalah bahkan inkonstitusional. Tak sejiwa dengan UUD 1945 yang dinyatakan dalam pasal 33 ayat (3) bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Kami yang menolak PBNU berpotensi untuk ikut merusak lingkungan alam di Indonesia berbeda pendapat dengan Nahdliyin yang mungkin hanya memandang persoalan ini secara fiqih _an-sich_. PBNU menurut saya sudah terlalu jauh melangkah untuk mengambil risiko dan berpotensi menjadi penyumbang destruksi alam yang parah akibat eksploitasi energi di negeri ini. Saya memandang bahwa hanya negara lah yang wajib mengelola sumber-sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara luas. Sumber daya alam tidak boleh hanya dinikmati manfaatnya oleh segolongan pihak, siapapun itu. Kami tak ingin gara-gara dugaan politik transaksional dengan Jokowi, PBNU terjebak ikut melanggar konstitusi negara seperti halnya para oligarkh itu. Kami sangat menyayangi NU, tolong jangan buat jam'iyah ini melanggar komitmennya sendiri. NU adalah organisasi elegan, yang seharusnya mengutamakan nilai-nilai moral. Jangan terlalu fokus ngurusi hal-hal yang bersifat materialistis.
Tolak Kelola Tambangnya, Jangan Lecehkan Lambangnya
Namun di sisi lain, yang sangat disayangkan adalah adanya reaksi publik yang berlebihan atas sikap yang diambil PBNU tentang kontroversi ini. Dalam beberapa hari terakhir, ramai di jagad media sosial, entah siapa oknumnya memplesetkan lambang NU dengan beberapa versi. Sebagai Nahdliyin, plesetan-plesetan lambang NU itu adalah satu bentuk pelecehan terhadap NU dan segenap warganya.
Bagi kami, lambang NU dikaryaciptakan oleh KH. Ridlwan Abdullah rahimahullah (salah satu pendiri NU) melalui proses panjang dan sakral. Mengapa sakral? Karena sebelum menciptakannya, beliau Kiai Ridlwan menempuhinya dengan tirakat keras, kontemplasi mendalam dan dari hasil istikharah beliau. Apalagi dari apa yang pernah dituturkan oleh KH. Sholahuddin Azmi, salah satu dzurriyah, Kiai Ridlwan adalah kiai yang dikenal wira'i, zuhud dan berjiwa ikhlas tinggi.
Dan juga diriwayatkan, sakralitas lambang NU itu juga dipengaruhi oleh peran Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari yang mensyaratkan ke-haibah-an (ciri khas) dan doa khusyu' yang panjatkan kepada Allah ketika panji NU pertama kali ditunjukkan dan dipegang langsung oleh tangan beliau. Belum lagi peran kiai yang lain untuk lambang itu, yakni KH. Mas Nawawi Sidogiri yang juga ikut menyumbang isyarah ayat Quran Surah Ali Imran ayat 103, _"Wa'tasimu bi hablillahi jami'an wala tafarraqu (Dan berpegang teguhlah kamu semuanya dengan tali Allah, dan janganlah bercerai-berai "._ Sehingga tergambarlah lambang tali sebagai simbol persatuan di lambang NU. Ini jauh dari yang dipersepsikan oleh netizen lebay yang memplesetkan tali persatuan itu sebagai tali tambang terlebih digandengkan dengan gambar excavator penggali tanah. Bagi kami, plesetan ini adalah pelecehan luar biasa bagi kami warga NU secara keseluruhan, lantaran mengingat tauladan perjuangan para muassis dan makna yang mendalam dari lambang NU kami.
Apa salah lambang NU sehingga menjadi sasaran pelecehan kalian, wahai netizen lebay? Tidakkah mata hati kalian bisa membedakan antara pengurus yang difasilitasi penguasa, dengan institusi, para pendiri dan lambang NU. Ya Jabbaru ya Qahharu..!! Kalian boleh mengkritik keras para pengurus ormas kami, tapi TIDAK dengan cara melecehkan para pendiri dan lambang jam'iyah kami yang sakral.
Nahdliyin Kultural Surabaya
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Usai Dikasih Izin Tambang, Dikhawatirkan NU dan Muhammadiyah Tidak Kritis Lagi
- Silaturahmi ke Ketum PBNU, Khofifah : PP Muslimat NU Undang KH. Yahya Beri Pengarahan di Kongres XVIII Muslimat NU
- Cagub Luluk: Muhammadiyah Dan NU Penjaga Demokrasi Dan Ekonomi Jawa Timur