Isu penundaan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada menyeruak pasca Ketua KPU Arief Budiman dinyatakan positif Covid-19.
- PDI Perjuangan Kuasai 21 Pilkada di Jawa Timur, Sri Untari: Kepercayaan Rakyat Jadi Kunci Kemenangan
- DPRD Jatim Minta Tingkatkan Kewaspadaan Saat Pilkada Serentak
- Mayjen TNI Rudy Saladin Tegaskan Sinergitas Kawal Pengamanan Pemilukada Serentak di Jatim
Namun saat ini bukan bicara penundaan lagi, melainkan lebih tepatnya tanggungjawab KPU untuk memberikan jaminan pelaksanaan Pilkada sesuai dengan protokol kesehatan di masa pandemi.
“Termasuk berani mendiskualifikasi kandidat yang tidak mengindahkan protokol,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (19/9).
Bukan tanpa alasan KPU bisa mendiskualifikasi paslon yang melanggar protokol kesehatan. Pasalnya, pelaksanaan Pilkada tahun 2020 ini tidak saja mengacu pada regulasi yang dibuat sesuai dengan protokol kesehatan, tetapi ada ancaman pidana melalui UU Kesehatan bagi mereka yang melanggar ketentuan.
“Sehingga pemerintah pusat maupun daerah punya beban untuk melaksanakan protokol kesehatan, tidak hanya KPU,” tegas Dedi.
Jika kemudian penundaan Pilkada dilakukan karena pandemi, Dedi berpandangan pemerintah harus menanggung konsekuensinya.
Salah satu konsekuensinya yaitu menyiapkan sumberdaya pejabat sementara saat terjadi transisi kepemimpinan daerah. Selain itu menjamin tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk kelompok tertentu.
“Salah satunya menerbitkan produk hukum yang dapat dijadikan pedoman adanya proses politik yang adil, terbuka dan berbasis kepentingan warga negara,” demikian Dedi.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Sempat Membantah, Wahyu Setiawan Akui Sumber Uang Suap Harun Masiku dari Hasto
- Pertanyakan Pengunaan Dana Pilkada 2024 Senilai Rp 84 Miliar, DPRD Gresik Senin Depan Hearing KPU
- KPU Tetapkan Ika Puspitasari dan Rachman Sidharta Arisandi Sah Pimpin Kota Mojokerto Hingga 2030