Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold adalah hal tidak lazim bagi negara penganut sistem presidensial seperti Indonesia.
- Safari ke Pondok Pesantren, Sekjen Gerindra: Berjuang di Politik, Perlu Bimbingan Kiai dan Ulama
- Keterlaluan, Ada BUMN yang Masih Punya Utang Proyek Pembangunan Jalan Tol 2016
- Twitpol RMOL Ditutup, Suara Perolehan Ganjar-Sandi Tertinggal Jauh
Sehingga, kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, presidential threshold harus dihapuskan karena akan semakin menggerus kehidupan demokrasi di Indonesia.
Adanya presidential threshold, kata Burhanuddin, menjadi semakin aneh ketika dipatok sangat tinggi, yakni 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara pemilu terakhir.
Persyaratan itu, lanjutnya, dinilai aneh karena bersifat pembatasan orang untuk maju sebagai calon presiden. Padahal, konstitusi tidak membatasinya.
“Presidential threshold itu aneh dan tidak lazim di negara lain. Tidak ada pembatasan yang ketat seperti di Indonesia untuk maju sebagai calon presiden," kata Burhanuddin kepada wartawan, Jumat (7/1).
Burhanuddin mengatakan, presidential threshold memang ada di negara lain, tetapi sebagai syarat untuk menang setelah pemilihan presiden berlangsung.
Sehingga, masih kata Burhanuddin, menjadi aneh ketika Indonesia dengan sistem presidensial justru menjadikan presidential threshold sebagai syarat mengajukan calon presiden oleh partai politik.
"Bahkan di Amerika Serikat calon independen pun bisa maju sebagai calon presiden,” tandasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Rizal Ramli Siap Kuliti Logika Hakim MK yang Menolak Gugatan Preshold 0 Persen
- Naiknya Elektabilitas AHY Dan Demokrat Bukti Publik Ingin Regenerasi Kepemimpinan
- Dukung Legalisasi Ganja untuk Medis, Majelis Ulama Aceh: Jangan Dikotakkan dalam Urusan Halal dan Haram