- Pentingnya Memahami Abolisionisme Islam
- Metamorfosis Seni Persuasi Negeri Nipon
- Suku Hui, Patriot China Yang Terlupakan
ROBOT kini bukan impian. Pun bukan khayalan. Ia nyata, telah hadir di tengah-tengah kita. Tugasnya, membantu manusia. Pekerjaan-pekerjaan manusia jadi lebih ringan, apalagi robot tak banyak menuntut kecuali mungkin ia butuh disuplai listrik agar bisa bergerak lincah. Awalnya, manusia kikuk jika harus berinteraksi dengan robot, namun lama kelamaan menjadi akrab.
Jangan membayangkan robot hanya hadir di dunia ilmiah saja, sebab faktanya kini robot pun telah ikut bersama manusia dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu. Manusia mulai bisa beradaptasi dengan robot, terutama setelah merasakan manfaat robot untuk kehidupan sehari-hari. Robot bekerja tanpa mengeluh, tanpa komplain. Bekerja sesuai program yang diberikan. Patuh sepanjang tak terjadi korsleting.
Namun, belakangan muncul kekhawatiran terhadap robot. Sebab, ekspansi pemakaian robot bermuatan Akal Imitasi (AI) pada gilirannya telah menggantikan peran dan fungsi manusia di dunia kerja. Para pekerja manusia tergantikan oleh robot ber-AI. Alasan penggantian itu adalah demi peningkatan efisiensi dan efektivitas. Misalnya, robot tak banyak mengeluh, tak banyak curhat, saat bekerja robot tak ngerumpi.
Ada kekhawatiran umum bahwa kelak suatu saat robot dengan bantuan kemajuan AI akan mampu mempunyai kesadaran lebih baik. Robot berisi mesin didukung super AI bisa berpikir, merenung, berefleksi tentang masa depan. Semua kegiatan manusia terkait kesadaran, pelan-pelan bisa dilakukan robot. Hasil kerja atau hasil olah pikir robot memang tetap untuk manusia.
Bentuk-bentuk kehidupan manusia, seperti merasakan senang, bahagia, cemburu, panas, bisa dirasakan oleh robot. Coba bayangkan, ketika ada bagian tubuh manusia yang hilang akibat perang atau kecelakaan lalu harus tergantikan oleh prostesis. Manusia terkoneksi dengan prostesis untuk menunjang kembali kegiatan sehari-hari. Namun, bagaimana jika sebuah program AI yang canggih telah ditanamkan ke dalam prostesis tersebut? Tentu saja, terjadi saling terhubung antara bagian tubuh manusia dengan prostesis canggih yang terpasang itu.
Buku ini mengupas bagaimana kesadaran manusia berjalan selama ini. Kurun ribuan tahun penyembuhan penyakit psikosomatis yang diderita manusia selalu dihadapi secara mistis sampai kemudian kajian-kajian medis berkembang pesat serta muncul pandangan baru kaitan antara masalah kesadaran dan tubuh fisik manusia. Meski dalam proses penanganan penyakit psikosomatis acap digunakan cara-cara sugestif memakai ramuan placebo. Ramuan yang hanya dipercaya bisa menyembuhkan tapi minim pembuktian.
Antropolog dan sosiolog terkemuka Roger Bartra meneliti efek plasebo sebagai kunci pemahaman kita tentang kesadaran manusia. 'Shamans and Robots' judul buku ini, menunjukkan bagaimana biologi dan teknologi saling terkait dalam budaya manusia. Proses-proses biologis dalam tubuh manusia telah dipelajari sejak manusia punya rasa ingin tahu yang besar cara mengalahkan penyakit. Dengan menggunakan pendekatan sejarah ritual dan penyembuhan simbolik, penulis buku ini menunjukkan bagaimana spekulasi berkembang sedemikian pesat dalam praktek pemakaian placebo, namun surut perlahan setelah muncul perkembangan kecerdasan buatan. Kepercayaan berganti ke algoritma.
Bartra memetakan sejarah panjang efek plasebo melalui penyembuhan abad pertengahan, perdukunan, dan praktik psikoanalisis awal. Ia berpendapat bahwa kesadaran bukan hanya wilayah pikiran, tetapi sesuatu yang sama-sama dibentuk oleh sistem dan objek eksternal. Ia menggulirkan istilah "eksoserebrum", yakni perpanjangan otak kita di luar tubuh. Bahwa rasa sakit fisik sering berkaitan dengan kondisi kejiwaan yang terpengaruh dunia luar.
Dulu ada konsep perdukunan tentang plasebo, di mana objek eksternal menyembuhkan tubuh kita, dan kini dalam perangkat teknis modern seperti prostesis atau robot. Kedua situasi itu mengembangkan kesadaran mekanis, dimana obyek atau prostesis/robot harus meniru, dan pada gilirannya terjadi proses penciptaan kesadaran pada manusia. Melalui konsep radikal ini, Bartra menganalisis hubungan media digital dengan fungsi otak manusia dan menyelidiki kemungkinan adanya kesadaran buatan (Artificial Consciousness).
Akhirulkalam, buku ini memang mengeksplorasi bagaimana teknologi kita semakin berfungsi sebagai perpanjangan dari jati diri kognitif kita. Kehadiran robot mirip kehadiran dukun pada masa lalu, ketika proses penyembuhan diri kita ternyata juga berhubungan pada kesadaran diri untuk sembuh dan sehat, meski dalam prakteknya penyembuhan itu hanya memakai placebo. Jampi-jampi atau ramuan dari dukun yang bersifat placebo tapi memberi dampak sugestif rasa percaya untuk sembuh. Nah, robot ber-AI juga berdampak pada kesadaran untuk berkegiatan sehari-hari.
Penulis adalah akademisi dan periset
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pentingnya Memahami Abolisionisme Islam
- Metamorfosis Seni Persuasi Negeri Nipon
- Suku Hui, Patriot China Yang Terlupakan