Kejaksaan Negeri Jember menerima pelimpahan tahap 2 atau penyerahan tiga tersangka dan barang bukti kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari penyidik Polda Jatim, Kamis (5/10).
- Polisi Berpeluang Periksa Budi Arie di Kasus Judol Kemkomdigi
- Desak Segera Usut Gibran dan Kaesang, Ribuan Aktivis Akan Kepung KPK
- Beberkan Foto Lima DPO, KPK Berharap Masyarakat Lapor Jika Mengetahui Keberadaannya
Ketiganya berinisial AD, perempuan (28) warga Kecamatan Silo, Kabupaten Jember; DED, pria ( 41) warga Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember serta HAR, pria (30) tahun warga di Kecamatan Sambi Kerep, Kota Surabaya dan di Kecamatan Silo, Kabupaten Jember.
"Kasus TPPO ini mulanya AD mendapatkan informasi dari DEB dan TIR (saudara AD) yang mengatakan ada lowongan pekerjaan di Kamboja. Untuk memastikannya, tersangka AD pergi ke Kamboja untuk menemui seseorang bernama AMEY," ucap Kepala Kejaksaan Negeri Jember, I Nyoman Sucitrawan, didampingi Kasi Intelijen, Arief Fatchurrohman, dan Kasi Pidum Rizki Purbo Nugroho, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (5/10) sore.
Usai pertemuan itu, AD mencari calon tenaga kerja migran dengan iming-iming gaji tinggi. Janjinya adalah bekerja sebagai marketing dengan mendapatkan gaji sebesar Rp 700 Dollar per bulan atau sekitar Rp 10,5 juta serta ditambah bonus setiap bulannya.
Atas iming-iming gaji tinggi itu, ada 6 korban tertarik dengan tawaran itu dan bersedia menyiapkan uang yang disebutkan tersangka AD.
Lima orang korban yang berasal dari Kecamatan Silo dan satu orang berasal dari Kecamatan Mayang Kabupaten Jember, telah memberikan kesaksian.
Mereka yaitu AZ dan ID. Tersangka AD meminta keduanya menyiapkan biaya sebesar Rp 15 juta dan biaya-biaya lainnya. Bahkan ID melalui suaminya, IZ, memberikan surat tanah sebagai jaminan dan biaya-biaya lainnya. Sedangkan ACH dan PER, diminta menyiapkan biaya sebesar Rp 12 juta.
Ada juga korban yang mendapat biaya talangan dari tersangka AD. Korban ini beriniasl LAT.
Korban lainnya yaitu NAS, korban asal dari Kecamatan Mayang, Jember, diminta menyiapkan biaya sebesar Rp 13,5 juta.
Setelah membayar dana tersebut, mereka selanjutnya diberangkatkan ke negara tujuan, yakni Kamboja,
"Ternyata ACH, PER, NAS, LAT, AZ, dan ID di negara tujuan mengalami eksploitasi dengan tidak dipekerjakan seperti yang dijanjikan oleh AD. Mereka dipekerjakan sebagai scammer atau penipu di perbatasan Vietnam dan Kamboja dengan gaji sebesar Rp 4,5 juta," jelas Sucitrawan.
Karena tidak menghasilkan uang, selanjutnya mereka (6 korban TPPO asal Jember ini) dijual lagi dan ditempatkan di apartemen di Samrong Kamboja. Di sini mereka juga dipekerjakan sebagai penipu atau scammer.
Penipuan dilakukan dengan cara berpura-pura sebagai wanita cantik dan kaya untuk merayu orang-orang kaya Indonesia.
"Jam kerjanya sekira 13 jam setiap hari. Untuk pekerjaan ini, mereka tidak mendapatkan gaji sama sekali," terangnya.
Kepala Kejari Jember menegaskan, perkara tersebut secepatnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jember untuk disidangkan.
“Para tersangka selanjutnya akan dikenakan penahanan selama dua puluh hari ke depan guna mempersiapkan Jaksa Penuntut Umum mempersiapkan dakwaan dan melakukan pelimpahan ke pengadilan,” terangnya.
Atas perbuatannya lanjut Kajari, tersangka ini akan didakwa tiga lapis pasal.
Untuk primair, tersangka dikenakan Pasal 4 Undang-undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sedang subsidiairnya yaitu Pasal 81 jo pasal 69 Undang-Undang RI No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) jo pasal 1 Peraturan Pemerintah no. 59 tahun 2021.
Lebih subsidiair, Pasal 83 jo pasal 68 jo pasal 5 huruf b, c, d, e Undang-Undang RI No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) jo pasal 1 Peraturan Pemerintah no. 59 tahun 2021.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Gugatan Dikabulkan, Hakim Perintahkan Objek Tanah Diserahkan Ke Ahli Waris Tanpa Syarat
- Gerebeg Judi Sabung Ayam, Polres Bondowoso Amankan Sepeda Motor Plat Merah
- Pakar Psikologi Forensik Ini Tak Setuju Predator Santriwati di Bandung Dikebiri, Ini Alasannya