Disbun Jatim Gelar Rakor Pelaksanaan Awal Giling Tahun 2024 Wilayah Provinsi Jawa Timur

foto/RMOLJatim
foto/RMOLJatim

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Dr. Ir. Heru Suseno, MT menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian yang menjadikan Jawa Timur sebagai tuan rumah dalam kegiatan Rapat Koordinasi Pelaksanaan Awal Giling Tahun 2024 Wilayah Provinsi Jawa Timur di Grand Swiss-Belhotel Darmo, Kamis (16/5). 


“Menjadikan Jawa Timur sebagai tuan rumah dalam kegiatan ini, bukan tanpa sebab. Mengingat Jawa Timur merupakan penghasil Gula Kristal Putih (GKP) terbesar secara nasional, dengan kontribusi sebesar 49,67 persen dari produksi secara nasional sebesar 2.268.395 ton,” ujarnya dalam sambutan.

Heru megatakan  pada tahun 2023, terjadi kenaikan luas areal bila dibandingkan dengan luas areal di tahun 2022 sebesar 219.211 hektare menjadi sebesar 226.520 hektare tahun 2023. Dari luas areal tersebut, berhasil memproduksi GKP sebesar 1.126.796 ton yang diproduksi oleh 29 Pabrik Gula yang tersebar di beberapa kabupaten di wilayah Jawa Timur.

Kenaikan luas areal tersebut, ternyata tidak diikuti dengan kenaikan produksi. Produksi GKP Jawa Timur di tahun 2022 sebesar 1.192.034 ton dan mengalami penurunan pada tahun 2023 menjadi 1.126.796 ton atau mengalami penurunan sebesar 65.238 ton. 

“Situasi ini, ternyata disebabkan karena musim awal giling dimulai lebih cepat dari yang semestinya, ketika usia tebu belum mencukupi untuk dipanen, sehingga mengakibatkan produktivitas danrendemen di bawah standar yang kemudian berpengaruh kepada menurunnya angka produksi GKP,” katanya. 

“Selain itu, penataan varietas dengan masa tanam yang proporsional merupakan hal yang patut untuk kita berikan perhatian bersama, baik tebu varietas masak awal, masak tengah, sampai dengan tebu varietas masak lambat. Sehingga kebutuhan bahan baku tebu bagi pabrik gula akan terjaga dan lebih utama kemudian ialah produksi gula di Jawa Timur akan dapat ditingkatkan performanya pada tahun yang akan datang,” imbuhnya. 

Menurut Heru, kolaborasi merupakan paradigma pembangunan yang paling relevan untuk kita bangun bersama dalam menyukseskan agenda pembangunan nasional. Tak terkecuali pada sektor industri gula, baik pada tingkat lokal Jawa Timur, maupun tingkat nasional. 

“Kolaborasi mustahil terwujud tanpa adanya pembagian peran dan tanggung jawab secara proporsional dari masing-masing stakeholders yang terlibat. Demikian juga dengan pembagian peran dan tanggung jawab secara proporsional akan sulit diwujudkan tanpa adanya komunikasi dan koordinasi antar stakeholders terkait,” ujarnya. 

Heru menambahkan dengan diadakannya Rapat koordinasi awal giling tahun 2024 yang digagas oleh Direktorat Tanaman Semusim dan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan ini, merupakan salah satu upaya untuk membangun jalinan komunikasi dan koordinasi antar stakeholder terkait. “Semoga upaya jalinan komunikasi dan koordinasi yang kita bangun bersama ini, akan senantiasa terjaga, demi kemajuan industri pergulaan nasional pada masa yang akan datang,” katanya. 

Sementara itu, Ketua Tim Survei Biaya Pokok Produksi (BPP) Tebu di Tingkat Petani Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Ir Purwono mengatakan secara umum biaya usaha tani tebu untuk wilayah pulau Jawa adalah Rp55.440.321 per hektare. Sedangkan BPP tebu tahun 2024 untuk wilayah pulau Jawa sebesar Rp626.326 per ton tebu pada rendemen 7 persen. 

“Dengan keuntungan pekebun 10 persen, HPP tebu wilayah Jawa tahun 2024 adalah Rp690.000 per ton tebu. Jumlah ini naik Rp40.000 per ton tebu dari HPP tahun 2023. Kemudian luas tebu ratoon cane (RC) tahun giling 2024 naik menjadi 91,5 persen dari 89,7 persen tahun 2023 terhadap luas total tabu rakyat (TR),” katanya. 

Purwono mengusulkan untuk perhitungan BPP dan HPP Gula digunakan dasar HPP Tebu wilayah pulau Jawa tahun 2024. Berdasarkan HPP tebu, biaya olah dan marjin pabrik, diperoleh HPP gula sebesar Rp13.500 per kilogram gula. “Jika ditambah marjin tataniaga, maka Harga Acuan Tertinggi adalah Rp15.000 per kg gula,” tuturnya. 

Disampaikan pula, Staf Ahli Menteri Pertanian Andi Muhammad Syakir mengatakan 57 pabrik gula nasional memiliki keragaman kinerja pabrik gula yang memiliki pengaruh terhadap rendemen. Namun menurutnya Dirjen Perkebunan memiliki fokus kinerja pada perkebunan yang ada pada on farm. “Kami berupaya meningkatkan produktivitas tidak hanya bagi pabrik gula tapi juga petani yakni dengan menggandeng Dirjen Perkebunan dengan menerapkan budidaya tebu berbasis inovasi dan scientific. Karena pendekatan ini bisa meningkatkan produktifitas,” katanya. 

Disampaikan pula, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan dengan adanya kondisi el nino saat ini, tanaman tebu sudah tidak bisa berkembang lagi. Ia mengaku sepakat untuk giling bareng. “Kalau giling bulan Mei saya rasa tidak terlalu maju dan tidak terlalu mundur. Kerena kita harus juga memuhi stok gula di pasaran. Kalau tidak maka dikhawatirkan ada kelangkaan gula. 

Disampaikan pula, Koordinator Tanaman Semusim Dirjen Perkebunan Haris Darmawan mengatakan kebijakan pemerintah mengeluarkan harga tebu Rp690.000 per ton agar pembelian tebu petani jangan sampai dibawah biaya pokok produksi yakni 635.000 per ton. “Kami memberikan keuntungan petani sekitar 10 persen. Kami juga mengusulkan anggaran biaya tambahan untuk kegiatan bongkar ratoon. Karena bongkar ratoon terkait ketersediaan benih yang dibutuhkan. Dari tahun ke tahun kami mengusulkan Jatim sebagai sentral tebu dengan ratun ke 10 harus dibongkar. Ini merupakan program kami untuk meningkatkan produksi dan produktivitas,” terangnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news