Adanya pernyataan pemberhentian pengoperasian secara total untuk angkutan logistik darat yang disuarakan oleh Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO), dinilai sangat membahayakan bagi keberlangsungan logistik di angkutan laut.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Bidang Roro dan Penumpang DPP INSA (Indonesian National Shipowner's Association) Rakhmatika Ardiyanto dalam keterangannya, Selasa 18 Maret 2025.
Menurut Rakhmat, setop operasi angkutan truk dimulai pada 20 Maret 2025 hingga 8 April 2025 imbas dari penolakan SKB Angkutan Barang saat Lebaran 2025 yang dinilai waktu pelarangan setop operasi terlalu panjang (24 Maret-8 April 2025) atau sekitar 16 hari. Durasinya jauh lebih panjang dari tahun sebelumnya yang selama 6 hari (H-3 Lebaran hingga H+3 Lebaran).
Rakhmat mengungkapkan, dengan jumlah total kapal yang mencapai kurang lebih 40.000 unit di seluruh Indonesia, pemberhentian ini berpotensi melumpuhkan seluruh sistem logistik.
Barang-barang yang berasal dari industri tidak dapat didistribusikan ke kapal, begitu pula sebaliknya, barang yang diangkut oleh kapal tidak dapat dikirimkan menuju pabrik untuk proses lebih lanjut, karena semua barang tersebut diangkut oleh angkutan logistik darat (truk). Sementara saat ini terdapat sekitar 600 pelabuhan yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Jika pelabuhan-pelabuhan ini lumpuh total, maka akan terjadi kelangkaan barang yang signifikan," tegasnya di Surabaya.
Kebijakan pemberhentian pengoperasian kendaraan truk selama 16 hari itu pada praktiknya, dipandang akan menyebabkan truk berhenti lebih awal sekitar 5 hari sebelum dan 5 hari sesudahnya.
"Mengingat jangkauan Wilayah Indonesia yang sangat luas, total waktu kendaraan truk berhenti bisa mencapai 26 hari. Kondisi ini akan mempersulit pengoperasian angkutan laut sebagai dampaknya," jelasnya.
Penumpukan barang yang terjadi di pelabuhan, ucap Rakhmatika, yang tidak dapat terdistribusikan, akan menyebabkan peningkatan logistik performance index (LPI).
"Oleh karena itu, klaim bahwa peningkatan angka LPI disebabkan oleh angkutan laut adalah tidak benar. Justru, pengambilan kebijakan yang kurang tepat seperti ini akan menyebabkan peningkatan angka LPI yang seharusnya menjadi program untuk dilakukan penurunan," tegasnya.
Angkutan laut juga ia nilai mengalami kerugian akibat pemberhentian ini, karena tidak dapat beroperasi.
"Oleh karena itu, keputusan tersebut seharusnya mempertimbangkan suara dan melibatkan stakeholder terkait di sektor transportasi," tuntasnya.
Sebagaimana diketahui, setop operasi angkutan barang ini disuarakan oleh Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo).
Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan, mengatakan, pihaknya menolak kebijakan yang tertuang dalam SKB tersebut karena waktu pelarangan yang terlalu panjang.
Tahun sebelumnya, pembatasan angkutan barang hanya diberlakukan selama 6 hari, yaitu H-3 Lebaran hingga H+3 Lebaran.
"Sesuai dengan hasil rapat koordinasi dengan semua pengurus Aptrindo di daerah-daerah, kami perusahaan truk yang tergabung dalam Aptrindo memutuskan untuk melakukan setop operasi mulai pekan depan, 20 Maret 2025 hingga 8 April 2025," ujar Gemilang Tarigan, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat 14 Maret 2025.
"Kalau sesuai SKB itu pelarangan angkutan barang dilakukan selama dua minggu. Makanya, kalau Pemerintah tidak mau mendengarkan masukan dan keluhan pelaku usaha logistik, maka sekalian saja kita putuskan untuk setop operasi pada 20 Maret 2025," tegas Gemilang.
Gemilang juga menegaskan bahwa SKB pembatasan Angkutan Lebaran 2025 itu, justru dinilai paradoks lantaran tidak sejalan dengan upaya dan target Pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen.
Ancaman stop operasi tersebut dinilai cukup mengkhawatirkan terutama untuk pegiat pengurusan barang ekspor impor di pelabuhan.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news