Dua mobil bermuatan belasan relawan Brigade Penolong (BP) Kwartir Daerah (Kwarda) Jatim bergerak perlahan menuju Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada Minggu siang (6/1/2018). Muatan mobil terlihat penuh, karena bahan membuat Hunian Sementara (Huntara) berupa kayu dengan panjang tiga sampai empat meter juga disisipkan diantara belasan relawan. Mobil beratap terpal itu terlihat penuh muatan.
- DPRD dan Pjs Bupati Jember Sepakati APBD Tahun Anggaran 2025
- Tiga Arca Peninggalan Purbakala Ditemukan Warga Lereng Argopuro
- Stadion Kanjuruhan Direnovasi Jelang Piala Presiden dan Kompetisi Liga 1
Setelah semua relawan dipastikan ikut dalam rombongan, secara perlahan, mobil meninggalkan kota Palu menuju Kabupaten Donggala. Rombongan mobil relawan pun bergerak melewati jalan RE Martadinata tembus kelurahan Mamboro, hingga Palu Utara. Sepanjang perjalanan, pemandangan teluk Palu yang hancur lebur karena tersapu gelombang tsunami tampak begitu jelas.
Di beberapa lokasi, banyak bangunan yang roboh, tinggal puing-puingnya saja. Pohon-pohon yang tumbang dan tercabut dari akarnya pun berserakan di tepi jalan.
"Kalau yang disisi ini tadinya hancur. Ini jalannya baru karena yang lama sudah habis disapu gelombang," tegas kak Marjun sambil menunjukkan jarinya di jalan raya di tepi teluk Palu.
Sampai di Palu Utara, pemandangan pantai masih sama. Puing-puing bangunan terlihat berserakan. Pelabuhan kapal Pantoloan yang ada di Palu Utara juga terlihat rusak. Di bibir dermaga, runtuhan bangunan terlihat berserakan dan menumpuk. Dari jauh, ada kapal besar yang ikut tersapu tsunami, sehingga terseret hingga ke tepi pantai.
"Kalau tsunami yang terjadi disini memang tidak semua. Ada wilayah yang nggak kena, tapi sebagaian yang dilewati tsunami hancur," tegasnya.
Setelah dua jam perjalanan, rombongan relawan pun sampai di dusun Lumbu, kelurahan Labuhan Induk, kabupaten Donggala.
Para relawan pun memasuki lokasi pengungsian di wilayah itu. Lokasinya disisi jalan, dekat dengan pantai Boro.
"Kalau disini ada 40 KK yang mengungsi. Tetapi kami memang kekurangan Hunian Sementara," tegas Reza relawan asal dusun Pandake yang ikut membantu mendirikan Huntara di pengungsian.
Reza mengatakan, para pengungsi yang ada di Kelurahan Labuhan Induk berasal dari pantai Boro. Rumah mereka hancur lebur, tersapu tsunami. Selain kehilangan rumah, warga juga panik dan trauma.
"Jadi mereka memang tidak punya tempat tinggal karena rumahnya disapu tsunami. Mereka akhirnya naik kesini karena lebih tinggi,†tandas Reza.
Memang, pemandangan di lokasi pengungsian cukup memprihatinkan. Dari 41 Kepala Keluarga (KK) yang menungsi, hanya menempati sekitar 15 Huntara berukuran 4 kali 3 meter.
Setelah mobil berhenti, para relawan yang sebagaian besar adalah anak muda itu dengan cekatan menurunkan muatan. Mereka pun mengambil peralatan seperti gergaji, palu dan paku. Tak lama kemudian, tim relawan dibagi menjadi dua kelompok untuk membangun Huntara.
Meski mengalami banyak kendala, menjelang senja, dua kerangka Huntara pun berhasil dibangun. Para relawan akhirnya beristirahat, mereka bersiap kembali ke base camp di kantor Kwarcab Sulteng, yang ada di kota Palu. Saat hari mulai gelap, mobil yang membawa para relawan pun bergerak meninggalkan lokasi pengungsian.
Besok kita akan kembali lagi. Karena terpalnya harus dipasang,†tegas salah satu relawan.[bdp
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Inovasi Literasi Gelorakan Hari Aksara Internasional Ke 57 di Lamongan
- Puan Maharani Apresiasi Produksi Tas Penyandang Disabilitas Surabaya
- Bupati Malang Rotasi Ratusan ASN, Ini Pesannya.