Sikap Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, yang menyetujui usulan pengusaha untuk melakukan mengurangan jam kerja demi mengurangi PHK disesalkan Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
- Elektabilitas Prabowo Teratas Tetap Sulit Menangi Pilpres 2024, Ini Penyebabnya
- Kader Demokrat Marah Karena Yusril Koar-koar Demi Demokrasi
- Keputusan Ganjar Siap Nyapres Pancingan agar Dipecat dari PDIP
Pengurangan jam kerja dengan pemotongan upah tersebut dikenal dengan istilah no work no pay.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, sistem no work no pay tidak dikenal dalam perundang-undangan di Indonesia.
"Menteri PMK sebaiknya tidak berkomentar soal no work no pay, karena tidak memahami pokok persoalan," kata Said Iqbal melalui keterangannya, Sabtu (3/12).
Said Iqbal menuturkan, setidaknya ada tiga alasan mengapa buruh menolak no work no pay. Pertama, bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun omnibus law UU Cipta Kerja.
"Intinya, no work no pay tidak dikenal di Indonesia," tegas Said Iqbal.
Kedua, untuk menghindari PHK sudah diatur dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Seperti mengurangi sif kerja, merumahkan, atau mengurangi jam kerja. Tetapi upahnya tidak boleh dipotong.
"Kalau mengurangi jam kerja, itu tidak dibenarkan," kata Said Iqbal.
Ketiga, no work no pay merugikan buruh. Upah buruh yang diterima sekarang saja masih kurang. Apalagi kalau dikurangi akibat sistem no work no pay.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pesan Gubernur Khofifah kepada Bos Maspion Group Alim Markus: Jangan Ada PHK di Jawa Timur
- Banyak Perusahaan Curang Lakukan PHK Jelang Lebaran untuk Hindari THR
- Kondisi Ekonomi yang Tidak Menentu dan Biaya Wisuda: Beban Tambahan bagi Masyarakat Menjelang Lebaran