Beda pilihan politik antar partai adalah sesuatu yang lumrah. Namun, ketika ada kader yang tidak sejalan dengan pilihan politik partainya, hal ini menjadi tantangan serius.
- Tes PCR Masih Mahal, Pemerintah Diminta Transparan Soal Harga Modal
- Temui Airlangga, Tawaran Cak Imin Harga Mati adalah Cawapres
- PKS Mencatat Jaring Pengaman Sosial Kaum Ibu Masih Lemah di 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menjelaskan, fenomena ini disebut dengan split ticket voting.
"Hal ini terjadi karena kader partai tak sejalan dengan pilihan politik partai di Pilpres dan Pileg. Fenomena ini terjadi di semua partai politik," kata Adi saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, di Jakarta, Minggu (25/12).
Kader-kader partai, sebagai individu dengan latar belakang, pengalaman, dan nilai yang beragam, mungkin memiliki perspektif yang tidak selalu sejalan dengan kebijakan yang diadopsi oleh partai.
Hal ini bisa menciptakan ketidakselarasan yang berpotensi menimbulkan perpecahan internal atau konflik yang dapat merugikan kestabilan partai.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu menggarisbawahi, fenomena ini terjadi karena kegagalan menanamkan ideologi dan identitas kepartaian saat pengkaderan.
"Kader partai tak bisa dikontrol dengan ideologi dan identitas partai, jadinya kader partai suka-suka hati saja dalam menentukan pilihan politik yang kerap tak sejalan dengan partai," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kondisi Ekonomi yang Tidak Menentu dan Biaya Wisuda: Beban Tambahan bagi Masyarakat Menjelang Lebaran
- Sumardi Dorong OPD Pemprov Jatim Maksimalkan Pelayanan Meski Ada Efisiensi Anggaran
- Revitalisasi Pasar Kembang Tahap Pertama Segera Dimulai, PD Pasar Surya Bangun TPS untuk Pedagang