Langkah cepat Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dalam menyiapkan pabrik pengolahan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) bertaraf internasional di Kecamatan Brondong, Lamongan mendapat dukungan dari Fraksi Partai Demokrat di DPRD Jatim.
- KSAD Bahas Dukungan Fasilitas Penanganan Covid-19, Tiap Rumah Sakit Diberi Ambulance
- 10 Tahun Langganan Banjir, Warga PBI Wadul ke DPRD Surabaya
- Ini Tujuan DSDABM Surabaya Garap Pengerjaan Saluran Bersamaan di Berbagai Penjuru Kota
Menurut Renville, keberadaan pabrik yang akan dikelola pihak swasta tersebut, diyakini bisa melengkapi pabrik serupa milik Pemprov Jatim yang ada di Desa Cendoro, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto.
Pabrik B3 di Lamongan, lanjut Renville, bisa lebih banyak digunakan untuk profit oriented karena menampung limbah B3 perusahaan-perusahaan.
Sedangkan pabrik di Mojokerto bersifat social oriented, untuk menampung limbah dengan tarif yang jauh lebih ringan. Seperti limbah B3 dari sampah rumah tangga dan limbah medis.
Daripada semua B3 kita diambil Ciulengsi, Bogor terus. Dan itu bisa bersama-sama, antara swasta dengan pemerintah, tentu manfaatnya lebih besar untuk Jawa Timur,†papar Wakil Ketua Komisi C DPRD Jatim itu.
Terkait polemik lahan lokasi pabrik yang belum clear dan sebagainya, Fraksi Partai Demokrat menyerahkannya pada mekanisme dan aturan yang berlaku.
Menurut Renville, jika IPR (Izin Pemanfaatan Ruang) sudah keluar, berarti telah melalui kajian mendalam sehingga tidak menyalahi tata ruang. Pun ketika Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan) sudah keluar, baik di Mojokerto dan Lamongan, berarti sudah melewati proses persetujuan warga sekitar.
Partai Demokrat prinsipnya, dua lahan ini ketika izinnya sudah dikeluarkan semua, bisa dipakai dua-duanya. Ada yang dipakai untuk profesional, satunya untuk sosial,†tegasnya.
Fraksi Partai Demokrat, lanjut Renville, mendukung gerak cepat Khofifah karena melihat pengolahan limbah B3 itu sudah sangat diperlukan urgensinya di Jatim.
Jadi kita mendukung gerak cepat Ibu Gubernur Khofifah dan Wagub Emil Dardak untuk segera memiliki pabrik pengelolahan B3 bertaraf internasional di Jatim,†katanya.
Lagi pula, kata Renville, berdasarkan data yang diterima dari DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Jatim, dari 177 juta ton limbah B3 dihasilkan di Jatim baru 35 persen atau 60 juta ton yang dikelola. Sedangkan sisanya 110 juta ton belum ditangani.
Ini harus dikelola, tidak bisa tidak, di satu sisi ini berbahaya kalau tidak dikelola jika dibuang sembarangan. Di sisi lain, ini merupakan potensi yang cukup tinggi dari segi pendapatan,†ujarnya.
Dijelaskan Renville, sesuai aturan perundang-undangan, ketersediaan sistem pembuangan dalam bentuk landfiil atau tempat pembuangan atau pengolahan limbah menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena hal itu merupakan pertahanan untuk pemerintah.
Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah (PP) No 18/1999 jo PP No 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Jadi tidak hanya menyerahkan semuanya kepada pihak swasta, tapi juga mencarikan solusi menjadikan salah satu pendapatan di APBD Jatim. Entah itu lewat kerjas ama KPBU atau yang lain. Pabrik B3 ini punya potensi pendapatan yang tinggi,†cetusnya.
Dari beberapa kajian yang dilakukan pihaknya, Renville melihat di Jatim ada dua lahan yang potensial untuk pendirian pabrik B3, yakni di Lamongan maupun di Mojokerto.
Mojokerto berstatus miliki Pemprov yang ground breaking-nya dilakukan saat Soekarwo alias Pakde Karwo masih menjabat gubernur Jatim. Kemudian di Lamongan yang rencananya dikelola swasta, yakni PT Dowa dari Jepang. [aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- KPU Banyuwangi Menerima 11 Tanggapan Masyarakat, Paling Disorot Pengunduran Diri ASN Daftar Bakal Cawabup
- Waspada Kejahatan Curas saat Libur Nataru
- Membaur Bersama Ribuan Masyarakat di Jatim Phoria 2024, Pj. Gubernur Adhy: Terima Kasih Telah Jaga Bumi Majapahit Terus Maju dan Mendunia