Bangsa Indonesia hari ini, sudah menjelma menjadi warga negara yang sensitif. Bahkan, seperti tidak ada lagi rasa saling mengerti diantara suku-suku yang menyatu dalam kebhinekaan.
- PAN Jember Siap Kawal Penghitungan Suara Ulang di 105 TPS di Kecamatan Sumberbaru
- Paslon Maidi-Bagus Panuntun Raih 56 Persen Suara di Pilkada Kota Madiun
- Kepala Desa Kohod Muncul ke Publik: Mohon Maaf, Saya Korban
Begitu pesan yang disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus) Gde Siriana Yusuf dalam video monolog yang diunggah kanal YouTube Kanal Suara Indonesia, Rabu (26/1).
"Kita kehilangan jati diri kita sebagai bangsa yang ingin merdeka, kehilangan rasa pengertian kita terhadap suku-suku lain, kehilangan konteks sebagai bagian dari kebhinekaan Indonesia," kata Gde Siriana.
Realitas yang terjadi, kata Gde Siriana, adalah kemarahan horizontal yang belakangan menjadi hal yang dikedepankan dengan alasan penghinaan terhaap kesukuan.
"Padahal seharusnya kita marah karena hutan kita digunduli dan dibakar, seharusnya kita marah karena sumber daya alam kita dieksploitasi dan lingkungan hidup kita dirusak," katanya.
"Seharusnya kita marah karena korupsi, nepotisme dan kolusi merajalela, seharusnya kita marah karena reformasi dibajak oligarki, seharusnya kita marah karena ketimpangan sosial semakin melebar," lanjut Gde.
Dia mengingatkan, bahwa masalah Bangsa Indonesia bukan soal agama atau suku. Tetapi, bagaimana kedaulatan bisa sepenuhnya dipegang oleh rakyat.
"Saudaraku, persoalan Indonesia hari ini bukan soal agama atau kesukuan, tetapi bagaimana mengembalikan kedaulatan kepada rakyat," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Airlangga-AHY Peluang Berpasangan di Pilpres 2024, Begini Analisa Pengamat
- DPR Semestinya Bentuk Pansus Dana Haji, Bukan Malah Jadi Jubir Pemerintah
- Tegak Lurus Sesuai Arahan Jokowi, Tekad ARGP dan Pendowo Jatim Menangkan Prabowo-Gibran