- Yusuf Husni: Logikanya Jika Golkar Dapat 50 Juta Suara Pasti Jadi Pemenang Kalahkan PDIP
- Demi Masa Depan PG, Ketum AH Harus Lepas Jabatan Menteri atau Nonaktif
- Opung, Golkar dan Kerajaan Politik Masa Lalu
PARTAI Golkar berpeluang gabung PDIP untuk mendukung pencapresan Ganjar Pranowo.
Maka, pertunjukan ludruk politik pun digelar. Namun sebelumnya ceritanya selesai, penonton keburu bubar. Sebab sudah paham akhir ceritanya.
Ketua Umum Airlangga Hartarto (AH) tidak jadi mencalonkan Capres sebagaimana hasil Munas 2019.
Kendaraan politik yang namanya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dua rodanya sudah mulai melepaskan diri. Merasa bebannya sangat berat untuk sampai tujuan. Dengan lepasnya dua roda sehingga tidak layak bagi KIB untuk jalan lagi. Cari ban serep sudah diambil kendaraan lain.
Dan, untuk menyelamatkan penumpang terpaksa dipindahkan ke kendaraan lain.
Itulah realita politik Golkar saat ini dalam kontestasi Capres.
Dengan hanya menjadi 'follower', Golkar justru akan ditinggalkan pendukungnya.
Golkar selama ini hanya terkungkung pada urusan copras capres. Sementara urusan legislatif seolah tidak dianggap penting. Padahal jika Golkar bisa meraup kursi maksimal di legislatif, tentu posisi tawar Golkar akan semakin besar.
Yang miris, setelah gembor-gembor Capres, ujung-ujungnya AH batal mencalonkan presiden di Pemilu 2024.
Kendaraan politik Golkar kecendurangannya berjalan aman tapi belum tentu nyaman.
Memang mengubah keputusan Munas 2019 tidak mudah tapi wajib dilakukan secara kontitusional. Sebagaimana yang diwacanakan Ridwan Hisjam.
Mengubah keputusan Munas 2019 harus dilakukan agar Golkar mempunyai kepastian politik. Pasalnya batas pendaftaran Capres sudah mepet. Jika sampai suara Golkar anjlok, maka ini adalah kesalahan kolektif kolegial. Semua pengurus Golkar di pusat patut disalahkan.
AH sebagai Ketum harus berhati-hati. Salah melangkah akan fatal akibatnya. Jangan terus-terusan 'berselancar' mencari arah angin. Sudah waktunya menentukan arah anginnya sendiri.
AH harus berhati-hati dengan posisinya yang sekarang. Sebab dia dikelilingi gerombolan-gerombolan penjilat yang bisa berubah dengan cepat menikam partai dan dirinya.
Gerombolan-gerombolan 'si Berat' ini suatu saat akan mencari selamatnya sendiri.
Buktinya, saat AH dipanggil Kejagung sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), tak satu pun dari mereka berteriak lantang seperti saat wacana Munaslub dilemparkan.
Posisi AH saat ini sedang tersandera. Mau tak mau, AH harus mengikuti arahan Ki Lurah. Sayangnya, hal itu akan menjadi blunder bagi Golkar yang sedang dinahkodai.
AH harusnya menjadi hero. Seperti Akbar Tandjung. Berani masuk penjara. Kendalikan Golkar dari penjara.
*Penasehat Partai Golkar Jawa Timur
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- PDIP Gabung Kabinet, Golkar: Terserah Presiden
- Jalankan Instruksi Ketum Golkar, Adies Kadir Bagikan 10.000 Paket Sembako di Surabaya dan Sidoarjo
- Fraksi Golkar DPRD Jatim Siap Kawal Periode Kedua Khofifah-Emil, Fokus pada Ketahanan Pangan