SEORANG jamaah bertanya pada KH Ahmad Bahauddin atau akrab disapa Gus Baha dalam sebuah acara pengajian Kamis, 5 Desember 2024. Saat itu Gus Baha hadir sebagai pembicara bersama dengan ulama ternama, Quraish Shihab.
Pengajian tersebut diselenggarakan di Auditorium Kahar Muzakkir Universitas Islam Indonesia, dengan tema "Meneladani Khazanah Tafsir Al-Quran di Indonesia".
Pertanyaannya yang diajukan jamaah terkait viralnya si Miftah yang mengolok-olok penjual es teh. Bahkan pertanyaannya menyinggung soal definisi 'gus'.
Dan seperti biasa, Gus Baha tidak bersedia mengomentari hal-hal yang berkaitan dengan konflik. Gus Baha menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki akun media sosial dan tidak pernah memantau berita-berita yang tengah viral di media sosial. Tetapi dia tidak menampik mendengar viralnya video tersebut dari beberapa orang mengenai kelakuan berdakwah si Miftah.
Selanjutnya, jawaban Gus Baha sangat menohok meski penjelasannya terkesan santai dan bercanda. Gus Baha menyindir banyak orang di negeri ini. Mulai dari pucuk pimpinan hingga bawahan.
Dijelaskan Gus Baha, bahwa Nabi Musa pernah sholat Istisqo dan berdoa pada Allah. Akan tetapi doanya tidak diijabahi karena di dalam barisan Nabi Musa ada orang yang suka 'adu-adu' alias adu domba. Maka, berdoa bagaimana pun caranya, Allah tidak akan mengabulkan.
Nabi Musa kemudian meminta pada Allah untuk menunjukkan siapa orangnya yang menjadi provokator, dan akan mengusir dari majelisnya.
Allah memang tidak suka dengan sikap adu domba. Akan tetapi Allah tidak mau menunjukkan provokator tersebut dan tetap membiarkannya.
Terkait jawaban Gus Baha soal penyebutan nama 'gus', dengan nada bercanda, Gus Baha menyatakan bahwa dirinya adalah seorang 'gus asli', yang berasal dari keluarga pondok pesantren, baik orangtua maupun kakek-neneknya.
"Memang saya termasuk gus asli," jawabnya sambil tertawa diikuti para jamaah.
Gus Baha memang tidak menjelaskan secara gamblang arti dari kata-katanya. Akan tetapi setiap orang bebas menterjemahkannya.
Maka, saya pun bebas menterjemahkannya tentu sesuai versi saya. Dari cerita Nabi Musa ini dapat diterjemahkan bahwa suatu kelompok atau komunitas atau dalam ruang lingkup lebih besar yakni negara, selama di dalamnya masih terdapat orang-orang yang suka mengadu domba, manipulatif, culas, dan provokatif, maka Allah tidak akan mengabulkan doa-doa para pemimpinnya.
Negeri ini terlalu lama dipimpin seorang pemimpin dengan pembantu-pembantunya yang suka mengadu domba orang lain, bahkan memfitnah rakyatnya sendiri.
Selama 10 tahun negeri ini dipimpin oleh seseorang yang katanya peduli wong cilik. Pemimpin yang kerap 'didewa-dewakan' junjungannya. Dianggap sebagai raja. Nyatanya, negeri yang dipimpinnya tidak ada kemajuan sama sekali. Semua hanya omon-omon. Kecuali meninggalkan warisan utang menumpuk dan budaya koruptif. Segala aturan ditabrak seenak jidatnya. Undang-undang diubah. Menghalalkan segala cara agar dapat berkuasa. Orang kecil dinjak. Diplokotho. Tanah dan air yang gemah ripah loh jinawi dan menjadi warisan anak cucu selama berabad-abad, dikuasai segelintir orang. Penghuni asli diusir.
Terlalu banyak orang berhati kejam selama kepemimpinan Mulyono. Mereka tidak malu-malu menipu. Memporak-porandakan. Seringkali mengadu domba antar sesama melalui buzzeRp upahan. Negeri ini semakin terjungkal ke dalam jurang yang curam.
Era Prabowo, pengadu domba tetap ada. Apakah sengaja dipelihara? Entahlah, semoga saja tidak. Harapan rakyat, semoga Prabowo dapat menyingkirkan tabiat orang-orang yang suka mengadu domba dan mencerai beraikan rakyat.
Sebaliknya, negeri ini masih memiliki orang-orang bertabiat baik, berdedikasi tinggi di bidangnya, dan rela berjuang demi rakyat.
Prabowo bisa memilih mereka yang baik-baik itu. Mau memilih yang 'asli gus' dan membawa keberkahan dan kemajuan bagi negeri ini. Sehingga Allah pun mengabulkan doa-doa Prabowo yang ingin memperbaiki Indonesia. Atau, tetap mempertahankan 'gus abal-abal'. Sekali lagi pilihan ada di tangan Prabowo.
* Wartawan Kantor Berita RMOLJatim
ikuti terus update berita rmoljatim di google news