Impor Garam Diduga Sering Bocor ke Pasar Tradisional

Komisi B DPRD Jatim, Zainul Lutfi menjelaskan bahwa masalah impor garam selalu terjadi tiap tahun. Itu lantaran hingga saat ini belum ada solusi konkret untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas garam lokal.


Lutfi juga akan memastikan data yang digunakan sebagai dasar impor pemerintah. Mengingat, konstruksi program seharusnya berbasis data. Kalau datanya salah, maka programnya juga salah. Untuk itu, data tersebut perlu dipastikan dan Komisi B akan mengkross cek.

Berdasarkan data yang dimiliki DPRD Jatim, kebutuhan garam industri mencapai 3,8 juta ton pertahun, sedangkan produksi garam lokal disebut baru mencapai 1,1-1,2 juta ton sehingga terjadi defisit sekitar 2,7 juta ton.

Garam industri (dari impor) itu seringkali bocor ke pasaran. Sehingga, bukan sekadar data BPS (Badan Pusat Statistik), namun harus ada data pendamping. Misalnya, data dari kampus atau perusahaan pengguna garam induatri,” harap politisi asal Sidoarjo.

Di sisi lain, pemerintah juga harus menyiapkan solusi konkret untuk meningkatkan kualitas garam agar memiliki kualitas setara dengan garam import khususnya menyangkut kadar NaCL.

"Peran pemerintah kedepan ada dua. Dalam jangka panjang, harus ada pembinaan agar kualitas garam bisa masuk industri. Dan jangka pendeknya, pemerintah harus bisa membuat harga garam stabil kembali,” katanya.

Sekedar diketahui, tahun 2019 ini pemerintah memutuskan mengimpor 2,7 juta ton garam untuk kebutuhan industri. Impor tersebut cenderung meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2017 mencapai 2,55 juta ton. Lalu, tahun 2018 naik menjadi sebesar 2,72 juta ton dan tahun 2019 naik lagi menjadi 2,72 juta pada 2019.[bdp]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news