Hanya mengenyam bangku sekolah dasar, Zaini (61) warga Lebak Tumpang, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, mampu berinovasi meracik sebuah cairan obat hayati pembasmi hama dengan bahan dasar tanaman sejenis sayuran kentang, serta kedelai.
- MUI Jabar: Dalam Keadaan Darurat Ganja Boleh Digunakan
- Hadiri Musyker MWC NU Jogoroto, Gus Bang: Silaturahmi Permudah Rezeki dan Panjangkan Umur
- Zakat Produktif Hadirkan Senyum Pelaku Usaha Ultra Mikro Kota Malang
Sebagai seorang petani, ilmu yang ia dapat tersebut sangatlah berarti karena bersinggungan langsung dengan pekerjaanya sehari hari di sawah.
"Saya diajak Dinas Pertanian, dikirim belajar ke Universitas Brawijaya Malang selama tiga hari tahun 2018. Meski durasinya sebantar hanya tiga hari, saya tetap bersyukur," terangnya pada Kantor Berita , Jumat (21/6).
Selepas menimba ilmu pertanian selama tiga hari, Zaini membuka usaha home industri kecil kecilan di rumah. Ia lalu memproduksi pengembangan pusat agen hayati untuk obat tanaman cairan pembasmi hama.
Cairan pembasmi hama ini bisa dipergunakan untuk mematikan hama seperti wereng hijau, walang sangit, wereng batang coklat, kutu kebul, aphis dan trips.
Jika dibandingkan dengan obat pembasmi hama yang berbahan kimia, menurutnya cairan obat hayati racikanya lebih unggul dan dinilai lebih efesian.
Obat penanggulangan hama buatanya bersifat lebih mematikan karena bisa memberantas hama sejenis wereng coklat, serta kutu kebul hingga sel telurnya.
Setelah disemprot, reaksi cara kerja obat hayati baru terlihat tiga hari. Sementara untuk obat pemberantas hama berbahan kimia hanya bisa mematikan hamanya saja.
"Saya dikit dikit mulai buat ini dicoba lab hasilnya bagus. Uji Labnya disana (Unibraw Malang), akhirnya membuat sampai sekarang hingga 1,5 tahun," akunya.
Tidak hanya memproduksi cairan pembasmi hama, Zaini juga mampu meracik obat berbahan alami untuk kegunaan pertumbuhan sekaligus merangsang buah pada tanaman. Dalam waktu sebulan ia bisa memproduksi cairan hayati sebanyak 120 botol.
Zaini berkisah, latar belakang dirinya mau belajar untuk membuat obat berbahan hayati (alami) dikarenakan dulunya ia pernah mengalami pengalaman buruk. Pengalaman buruk itu ia rasakan ketika tanaman sawah miliknya terserang hama.
"Awal mulanya saya dikasih saran sama Dinas Pertanian, asalnya kan lokasi sawah hampir tidak panen padi terserang hama wereng. Allhamduliah adanya obat ini werengnya kok habis. Saya kok diuber uber sama orang Dinas Pertanian, saya kan petani disuruh buat obat gimana caranya. Trus saya disekolahkan ke Unibraw Malang tiga hari," ungkapnya.
Selama membuka usaha penjualan obat hayati pembasmi serangga dan lainya, produk yang ia jual hanya dipasarkan secara manual ke para petani, tidak melalui sistem online.
Meski demikian, para pembelinya bukan hanya di seputaran petani lokal Kediri melainkan juga ada pembeli yang berasal dari luar kota seperti Ponorogo dan Jakarta.
Metode pembuatan obat hayati pembasmi serangga, untuk berbahan ketela dan kedelai diperlukan waktu maksimal 7 hari guna proses fermentasi.
"Ya difermentasi selama satu minggu, bahan utamanya ada sendiri, campuran. Kedelai cuman diambil airnya saja setelah digodog (direbus)," papar Zaini.
Karena bahan yang digunakan alami hayati, hal ini tidak membawa dampak pengaruh terhadap hasil produksi kualitas tanaman.
"Aman dikonsumsi kan bahanya alami," tandas pria lulusan sekolah dasar Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri ini.[ndik/aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Tas Mencurigakan Ditemukan Di Gedung DPRD Kota Kediri
- Deni Prasetya Inisiasi Gerakan Bersih Sungai dan Tebar Benih Ikan
- Cakades Asal Ngawi ini Berdayakan Petani Modern dan Penguatan Ekonomi Mikro