- Paranoid Aktor Negara Mengawasi Warga
- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas
DINAS intelijen Pakistan, Inter-Services Intelligence (ISI), punya peran sentral di kawasan Asia Selatan. Bukan saja untuk urusan keamanan domestik, tapi juga untuk menjaga keamanan kawasan. Terutama dalam menghadapi gejolak kawasan Asia Selatan. Apalagi perbatasan antara Pakistan dengan Afghanistan, India, China dan Iran, yang nyaris tak pernah surut dari ketegangan dan konflik.
Saat perang Soviet-Afghan (Desember 1979-Februari 1989), ISI juga memainkan peran signifikan. Sebagai lembaga intelijen yang langsung berhadapan dengan situasi panas di lapangan, para agen-agen ISI dipacu harus mengumpulkan informasi seakurat mungkin. Selain untuk dianalisa, informasi lapangan bermanfaat untuk menentukan langkah serta kebijakan tepat. Situasi selama perang tersebut bisa berubah dalam hitungan detik.
Keandalan telik sandi Pakistan ini pernah dirasakan oleh Presiden Soekarno dari Indonesia. Ketika itu 27 Juni 1963, Presiden Soekarno mengunjungi Pakistan. Beliau disambut hangat Presiden Pakistan, Mohammad Ayub Khan. Dalam sebuah perbincangan, Presiden Ayub Khan memberitahu Presiden Soekarno, bahwa perempuan bule asal AS yang sering keluar masuk istana kepresidenan di Jakarta adalah agen CIA. Soekarno tentu saja kaget. Dan begitu tiba kembali di Jakarta, Presiden Soekarno mengusir perempuan bule tersebut.
Kisah infiltrasi CIA ke Indonesia itu sangat sohor. Namun, amat jarang yang memperhatikan kenapa ISI Pakistan bisa mengetahui situasi negara lain nun jauh di seberang. Yang jelas, kisah tersebut menunjukkan betapa andal daya telisik ISI. Walau, di awal pembentukannya, ISI tak bisa dilepaskan dari arahan Mayor Jenderal Walter Joseph Cawthorn alias Mayjen Bill Cawthorn. Ia menjabat sebagai Wakil Kepala Angkatan Darat Pakistan dari 1948 sampai 1951.
Sejak 15 Agustus 1941 Mayjen Bill Cawthorn menjadi direktur intelijen militer sekutu di India. Bill Cawthorn adalah perwira AD Australia. Di India, Cawthorn bekerjasama dengan Peter Fleming, kakak dari Ian Fleming kreator James Bond 007. Dari 1942 sampai akhir perang dunia kedua, Peter Fleming menjadi kepala Divisi D intelijen militer yang bertugas membangun jejaring agen ganda di Birma (kini, Myanmar) dan Asia Tenggara.
Tatkala Pakistan memisahkan diri dari India pada 14 Agustus 1947, Mayjen Bill Cawthorn bergeser ke Pakistan untuk menjadi wakil kepala AD Pakistan di bawah Letjen Ross C. McCay. Mereka berdua bertahan di Pakistan dari 1948 sampai 1951. Selama di Pakistan inilah, Mayjen Bill Cawthorn mengarahkan Brigjen Syed Shahid Hamid untuk membentuk Direktorat ISI di Karachi, Pakistan. Pembentukan direktorat intelijen ini dirasa mendesak karena koordinasi intelijen antar angkatan di Pakistan saat itu sangat buruk.
Indikasinya terlihat saat konfrontasi melawan angkatan darat India di Kashmir pada 1948. Angkatan bersenjata Pakistan kedodoran, sering masing-masing angkatan tak saling berkoordinasi satu sama lain. Apalagi, pertempuran di lapangan sering bersifat tak lazim. Kadang konflik terbuka, tapi sering pula kudu memakai cara gerilya. Perlu strategi dan taktik yang tepat berdasar informasi akurat berkualifikasi intelijen. Tak gampang bocor dan bisa diandalkan, terutama untuk ketepatan memprediksi target.
Pilihan untuk memimpin ISI pun jatuh ke Brigjen Syed Shahid Hamid. Pria ini berasal dari angkatan darat Pakistan. Ia punya pengalaman tempur di Birma selama perang dunia kedua. Maka, pada Oktober 1948 terbentuklah ISI di bawah kendali Hamid, namun Hamid masih diberi arahan Bill Cawthorn. Jabatan Hamid sampai tahun 1950 karena ia kemudian ditunjuk menjadi atase pertahanan Pakistan di Kedubes Pakistan di London. Kondisi internal ISI saat itu masih kurang meyakinkan. Sebab, personil ISI belum terampil dalam melakukan kegiatan intelijen.
Perkembangan terbaru muncul di ISI setelah terjadi peristiwa konspirasi Rawalpindi 1951 yang gagal. Konspirasi ini melibatkan sejumlah perwira angkatan darat Pakistan yang tak puas pada pemerintahan sipil. Akibat peristiwa ini, ISI kemudian juga mengembangkan berbagai cara mengumpulkan informasi serta menganalisa situasi internal Pakistan. Tak lagi melulu tertuju untuk kepentingan militer menghadapi pasukan India.
Sepeninggal Hamid, ISI di bawah kepemimpinan Brigjen Mirza Hamid Hussain dari 1950 sampai 1951. Lalu, ia digantikan Muhammad Afzal Malik. Dan Malik hanya bertahan sampai 1953, lantas diganti Syed Ghawas, seorang jenderal AD Pakistan sampai tahun 1955. Ia diganti Malik Sher Bahadur, juga seorang perwira tinggi AD. Namun, Bahadur juga hanya sampai 1957. Brigjen Muhammad Hayat menggantikannya sampai 1959. Rata-rata pada dekade '50an itu, masing-masing kepala ISI hanya bertahan dua tahun.
Ketika pemerintahan sipil mulai dari Muhammad Ali Jinnah tahun 1947 sampai Iskandar Ali Mirza tahun 1958 dirasa gagal, maka Muhammad Ayub Khan, seorang perwira tinggi militer Pakistan, mengambil alih kekuasaan pada Oktober 1958. Ayub Khan memberlakukan darurat militer. ISI naik daun. Lembaga telik sandi ini tak cuma beroperasi di dalam negeri, namun juga aktif di luar negeri. Ayub Khan menunjuk Brigjen Riaz Hussain memimpin ISI. Hussain paling lama bertengger di ISI. Sampai Mei 1966.
Akan tetapi, denyut peran ISI baru benar-benar terasa di luar batas Pakistan ketika pada tahun 1973 kepala ISI, Letjen Ghulam Jilani Khan membentuk Biro Operasi Khusus. Biro ini jamak disebut Biro Afghan karena bertujuan mengkoordinasikan beragam kelompok radikal muslim di wilayah Afghan. Puncaknya pada Desember 1979, saat Uni Sovyet menginvasi Afghanistan. ISI tak tinggal diam. Di bawah kepemimpinan Letjen Akhtar Abdur Rahman, ISI mulai berkolaborasi dengan CIA membangun jejaring mujahidin Afghan melawan pasukan Uni Sovyet.
Akhirulkalam, perjalanan ISI memang menakjubkan. Lembaga ini ditempa langsung oleh beragam pengalaman lapangan. Proses infiltrasi dan kontra-intelijen yang digelar lembaga ini nyaris tak terendus negara sasaran. Apalagi dalam mengelola ketegangan atau konflik wilayah, ISI sering menjadi aktor kunci yang patut diperhitungkan.
*Penulis adalah akademisi dan periset
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Paranoid Aktor Negara Mengawasi Warga
- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas