Alih-alih mewujudkan janjinya saat kampanye, pemerintahan Joko Widodo di periode kedua bersama Wapres Maruf Amin, justru mengalami kemunduran demokrasi, pelemahan mesin antikorupsi, hingga kemunduran penegakan hukum.
"Sesaat terpilih untuk periode kedua, Presiden Jokowi mengatakan 'tidak lagi punya beban' untuk melakukan banyak terobosan. Faktanya, justru sejumlah kemunduran terlihat," kata Direktur Paramadina Public Policy Institute, Ahmad Khoirul Umam dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (3/2).
- Menag Yaqut Tak Anjurkan Umrah Backpacker
- Ini yang Dilakukan KAMI Usai Deklarasi
- Berpihak pada Wong Cilik, PDIP Minta Pemerintah Kaji Dampak Kenaikan BBM
Di aspek demokrasi, jelasnya, polarisasi politik akibat eksploitasi politik identitas masih terus terjadi. Kekuatan-kekuatan politik yang mengklaim nasionalis dan kelompok dengan identitas politik Islam, masih terus saling menyerang dan melemahkan citra masing-masing.
"Saling serang antara pemerintah pusat dan DKI Jakarta merupakan fakta politik yang tidak terbantahkan. Sayangnya, presiden seolah cenderung diam dan mengambil posisi aman, tidak mencoba lebih jauh untuk menetralisasi keadaan," tegasnya.
"Presiden Jokowi yang dulu mengklaim diri sebagai risk taker, ternyata tak ubahnya pemimpin yang lihai menyelamatkan muka belaka atau face saving strategy," sambung Ahmad Khoirul.
Di aspek antikorupsi, presiden dinilai mensponsori pelemahan KPK dengan menandatangani amandemen UU KPK. Hasil perubahan itu pun fatal.
"Terbukti dengan adanya kasus korupsi Komisioner KPU yang melibatkan Harun Masiku dari PDIP dan diduga mengarah Sekjen PDIP. Penggeledahan tertunda, proses investigasi dihambat, penangkapan Harun Masiku yang ternyata sudah berada di Indonesia seolah menjadi angin lalu," lanjutnya.
Kemudian di sektor penegakan hukum. Presiden Jokowi
dinilai harus lebih tegas membuka skandal Jiwasraya, ASABRI, dan BUMN lain yang
dikabarkan mengalami pelemahan signifikan dalam segi keuangan.
Jika terdapat potensi korupsi, seharusnya penegak hukum harus bergerak lebih
cepat.
"Kasus ini, masyarakat mengapresiasi Kejaksaan, tapi lebih percaya KPK. Sayangnya, KPK dipaksa minum obat tidur oleh para pemegang kekuasaan," tandasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemuda Pancasila Solid Dukung Eri Cahyadi di Pilwali Surabaya
- Persahabatan Soekarno dan Kim Il Sung
- Puan Berpotensi Besar Gantikan Megawati, Tapi Kepiawaiannya Kelola Partai Harus Diuji