Seharusnya Presiden Joko Widodo dapat mengantisipasi dan mengurangi utang luar negeri yang dapat mengurangi kepercayaan publik di detik-detik berakhirnya masa jabatannya di 2024.
- Tak Pernah Diperhatikan Pemkab, Ratusan Guru Ngaji Jember Dukung Gus Fawait-Djoko di Pilkada 2024
- Harga Beras Premium Tembus Rp 15.040 per Kilogram
- Sidang Pleno Tatib Muktamar NU Digelar Tertutup dan Terbatas, Muktamirin Diperiksa Ketat
Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, utang yang terus menumpuk merupakan salah satu bentuk kegagalan pemerintahan Jokowi.
"Tentu ini harusnya menjadi perhatian serius pemerintah, karena hal tersebut akan selalu dikenang sampai kapanpun. Untuk itu mestinya utang dapat ditekan seminimal mungkin, tidak justru semakin tumbuh subur dari waktu ke waktu," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/4).
Padahal menurut Saiful, Jokowi mendapatkan mandat dari rakyat Indonesia bukan untuk berutang sebesar-besarnya kepada Asing.
"Ini sangat bertolak belakang dengan mandat yang diberikan kepadanya. Publik meyakini dengan memilih Jokowi tidak ada keinginan agar menambah utang, kalau ternyata makin hari makin banyak utang, maka semakin berat beban yang harus ditanggung oleh generasi-generasi berikutnya," kata Saiful.
Sehingga menurut Saiful yang juga merupakan doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini menilai, kepercayaan publik semakin luntur seiring semakin bertambahnya utang pada pemerintahan Jokowi.
"Apalagi yang bersangkutan tidak lama lagi akan mengakhiri masa jabatannya, mestinya dapat mengantisipasi terhadap banyaknya utang pemerintah sehingga Jokowi akan dikenang sebagai Bapak anti utang asing, bukan justru sebaliknya," pungkas Saiful.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ada Sejumlah Tagihan, Kemenkeu Siap Cairkan Dana Rp 540 Triliun dalam Dua Pekan
- Sembilan Tahun Kemuduran, AHY: Janji Ekonomi Tumbuh, Malah Utang Meroket
- Warisan Utang Jokowi Bakal Hambat Laju Ekonomi dan Gerak Presiden 2024