Pernyataan presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai keliru mendefinisikan kufur nikmat atas pertumbuhan ekonomi yang masih bertahan di ambang 5 persen.
- Jangan Terkecol Prestasi Gubernur di Pulau Jawa, Itu Hanya Fatamorgana
- Tunda Mudik, Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo Rangkul Tokoh NU
- Gerindra Masih Cari Waktu yang Tepat untuk Deklarasikan Capres
Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (10/2).
Kata Ujang, saat ini masyarakat Indonesia masih banyak yang belum puas dengan capaian angka 5,02 persen di 2019. Apalagi pertumbuhan ekonomi masih belum dirasakan secara merata.
"Yang dibutuhkan rakyat itu sembako murah, banyak kesempatan kerja," kata Ujang.
Lagipula, sambungnya, pemerintah tak usah mengajarkan konsep bersyukur kepada masyarakat. Sebab, masyarakat lebih mengerti apa itu syukur dan apa itu kufur nikmat.
"Rakyat Indonesia sudah biasa bersyukur. Dalam keadaan miskin dan menderitapun sudah biasa sabar dan bersyukur," tutur Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Lebih lanjut, konsep bersyukur yang sejatinya itu mesti disadari oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan yang didukung dengan kondisi Sumber Daya Alam (SDA) melimpah ruah di Indonesia tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan rakyat.
Terlebih, korupsi di sektor SDA dan di pemerintahan yang terus menerus menggerogoti kekayaan Indonesia. "Uang negara banyak dikorupsi," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Nusron Wahid: Prabowo Bisa Akhiri Polarisasi Politik 2014 dan 2019
- Ubedilah Badrun: Prabowo Gunakan Diksi "Tidak Harus Saya" Supaya Tidak Terkesan Ambisius
- Capreskan Ganjar Pranowo, PDI Perjuangan Optimis Raih 15 Kursi DPRD Sidoarjo