Jumlah sapi yang terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) di Kabupaten Jember terus bertambah. Awalnya saat ditemukan awal Desember 2024 lalu, dilaporkan sekitar seratusan ekor. Namun hingga 23 Desember 2024, tercatat ada 456 ekor sapi terjangkit PMK, yang tersebar di 27 kecamatan di Kabupaten Jember.
- Komisi B DPRD Jember Desak Dinas Ketahanan Pangan Dan Peternakan Ambil Tindakan Penanganan Kasus PMK
- Hampir Seratus Ekor Sapi di Jember Terjangkit PMK dan Mati Mendadak
"Terbanyak di Kecamatan Tempurejo, jumlahnya 105 ekor ternak. Dari jumlah tersebut, 28 ekor diantaranya mati dan 18 ekor terpaksa disembelih," ucap Agus dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (3/1).
Dijelaskan Agus, jumlah terakhir saat melakukan sosialisasi pada 28 Desember 2024, dilaporkan jumlah yang terjangkit PMK sudah mencapai 500 ekor sapi.
Selain warga Agus juga mengaku kehilangan seekor sapinya berjenis limousin seharga Rp 35 juta karena penyakit tersebut.
Menurut Agus, dengan jumlah tersebut, lanjut Agus, sekarang sudah saatnya untuk ditetapkan sebagai KLB (Kejadian Luar biasa). Saat ini tren penyakit itu di daerah Jember selatan memang mulai menurun.
Berdasarkan data terakhir 29 Desember 2024, dari 83 ekor sapi yang terjangkit di Ambulu, 46 ekor yang sembuh, lima ekor mati, dan lima ekor dipotong. Sisanya dalam proses penyembuhan.
Namun kasus PMK di Kawasan Jember Selatan mulai berkurang. Berkurangnya penyakit mulut dan kuku di kawasan Selatan, menurut dia dikarenakan banyak sapi yang sudah mati dan pemilik memilih menjual sapi mereka sebelum mati. Sapi-sapi yang masih hidup adalah sudah tervaksinasi pada masa pandemi 2022.
Saat ini wabah PMK mulai bergeser ke Jember Utara dan Barat. Seharusnya sudah jadi KLB. Dalam kondisi sekarang, tidak memungkinkan vaksinasi, karena harus menunggu ketersediaan vaksin.
"Kalau sudah terjangkit tak mungkin divaksin. Paling cepat bulan Maret," terangnya.
Satu-satunya yang bisa dilakukan saat ini, lanjut Agus, adalah pencegahan dan pengobatan.
Dengan KLB, maka pasar-pasar hewan di Jember ditutup sementara waktu untuk mencegah penularan. Pemilik sapi sekarang kalau tidak menjual ternaknya, ya menyembelihnya. Kalau sudah dijual ke pasar, kemungkinan penyebarannya kan lebih cepat.
"Untuk sementara pasar-pasar seharusnya di-lockdown supaya penyebaran virus itu, melandai," tegas dia.
Menurut dia, penutupan pasar hewan itu, tidak mudah. Perlu ada sosialisasi dan duduk bersama antara pemangku kebijakan di setiap kecamatan yang punya pasar hewan.
Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jember, Andi Prastowo, saat dikonfirmasi sebelumnya, usai rapat, Selasa (17 Desember 2024), menyatakan belum layak untuk ditetapkan KLB. Sebab, kasus PMK saat ini (2024-2025) kondisinya tak separah tahun 2022 lalu. Apalagi pihaknya sudah melakukan vaksinasi tiga tahun berturut-turut.
"Yang terpapar adalah sapi yang dari pasar, yang baru didatangkan dari luar. Tidak tahu kondisi vaksinasinya," jelas Andi.
Penularan juga bisa berasal dari sapi-sapi muda yang belum divaksin karena masih kecil pada saat program vaksinasi diselenggarakan.
Andi tak mau gegabah mengusulkan penetapan KLB kepada kepala daerah. Karena parameternya kalau penyebaran sangat meluas di hampir semua kecamatan, dan populasi yang kena juga tinggi.
Andi yakin vaksinasi yang dilakukan sejak 2022 masih cukup ampuh untuk menahan penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku. Kalau memang meluas seperti 2022, pihaknya akan mengusulkan kepada Bupati Jember.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemkab Jember Serahkan Ranwal RPJMD ke Dewan Untuk Segera Dibahas
- Minyakita Tak Sesuai Takaran Beredar di Jember, Dijual di Atas HET
- Bapemperda DPRD Jember Setujui 2 Raperda Usulan Bupati Masuk Program 2025