Kasus Covid-19 Meningkat, Peran Penyintas Untuk Memasok Plasma Konvalesen Masih Dibutuhkan

Ilustrasi / RMOL
Ilustrasi / RMOL

Peningkatan Covid-19 Jatim menyebabkan pasien di sejumlah rumah sakit rujukan di kota Surabaya kian bertambah. Pasien yang masuk beragam, mulai bergejala sedang hingga berat dan berasal dari sejumlah daerah. 


Hal tersebut berdampak pada tingginya kebutuhan Terapi Plasma Konvalesen (TPK) untuk alternatif penyembuhan pasien. Dari data covid19.go.id pertengahan Juni 2021 lebih dari 1.5 juta orang dinyatkaan sembuh. Mereka yang telah dinyatakan sembuh oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien dikenal dengan istilah penyintas Covid-19.

Di Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI) Surabaya sendiri, hingga saat ini sudah ada 7278 penyintas atau alumni Covid-19 yang juga memiliki potensi berdonor plasma konvalesen. Untuk mengoptimalkan potensi penyintas Covid-19 tersebut, perlu adanya pengorganisasian agar dapat menjadi pendonor secara masif, terdata dengan baik, serta bisa menjadi kader potensial dan menyebarkan informasi yang benar tentang Covid-19 Jatim.

Ketua Pelaksana Program Pengorganisasian Penyintas Covid-19 RSLI Surabaya, dr. Joni Susanto mengatakan, peran penyintas dalam memasok plasma konvalesen untuk TPK bagi penderita Covid-19 masih sangat dibutuhkan. 

"Mengingat, antrean permintaan plasma konvalesen di PMI masih sangat banyak," kata Joni, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (20/6).

Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan dan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) RSLI Surabaya, Dr. Erwin Ashta Triyono menyatakan, virus memang ada di mana-mana dan mau tidak mau manusia kudu hidup berdampingan dengan virus. Namun perlu dipahami, apapun virusnya, yang terpenting menurutnya adalah imunitas. 

"Kalau imunitas kita baik, ada virus nempel ke tubuh, maka kita tetap sehat, namun tetap memiliki potensi menularkan ke orang lain. Untuk itu, perlu kesadaran semua pihak untuk bersama-sama mengatasi Covid-19," ujarnya.

Menurutnya, masyarakat perlu kerjasama untuk saling menjaga dengan tetap patuh pada prokes. Misalnya, Cina dengan otoriter memaksa semua masyarakat untuk menggunakan masker dalam jangka waktu tertentu secara masif,serentak dan bersama-sama. Sehingga, sekarang masyarakat Cina menikmati hasilnya. 

"Begitu juga Jerman dan Australia yang warganya patuh pada prokes yang ditentukan pemerintahnya. Berbeda dengan India yang langsung melonjak, akhirnya kewalahan. Padahal, ICU itu terbatas karena alat dan tenaga kesehatannya juga terbatas," tuturnya.

Ia ingin publik tak takut di-swab, agar segera terdeteksi dan segera diobati. Ketika ternyata positif Covid-19 dan sembuh, maka antibodinya sudah terbentuk dan bisa digunakan untuk membunuh virus yang ada pada orang lain. Sehingga, bisa dimanfaatkan untuk membantu pasien lain yang masih sakit.

Erwin menegaskan, tugas berikutnya yakni dengan Vaksin. Menurut dia, vaksin bermacam-macam efektivitasnya. Meski sudah vaksin, tetap harus jaga prokes lantaran pada dasarnya manusia bisa terpapar virus lagi. 

"Mengatasi virus dengan rasional, jangan takut, lengah, dan panik. Ikuti apa yang dianjurkan oleh pemerintah. Semuanya hendaklah direnungkan, lanjutkan sebagai ibadah ilmu, yakni sampaikan pemahaman tentang Covid-19 ini dengan cara yang baik dan benar," katanya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news