Hubungan antara Indonesia dan Singapura selama ini, nampaknya harus menjadi bahan evaluasi. Hal ini mengingat adanya persoalan deportasi Abdul Somad
- Hadapi Kebijakan Tarif Trump, Pemerintah Indonesia Tàk Perlu Mengemis ke AS
- Gus Fawait: Kita Bangga Indonesia Junjung Tinggi Demokrasi
- BHP Tutup Tambang Nikel di Australia Barat, Gara-gara Indonesia?
Ketua Badan Hubungan Keummatan DPN Partai Gelora, Raihan Iskandar menyebut, bahwa kebijakan otorita Singapura terhadap UAS merupakan fenomena gunung es.
"Artinya perilaku tersebut sebenarnya banyak yang mengalami dan berlangsung lama, bukan hanya UAS saja,” ucap Raihan lewat keterangan tertulisnya, Rabu (18/5).
Raihan menduga, Singapura telah merasa sebagai surga bagi para turis mancanegara. Sehingga, banyak wisatawan yang datang, meskipun negaranya sangat kecil.
"Jadi secara manajemen marketing, mendeportasi wisatawan tanpa sebab pun tidak merugikannya," katanya.
Adanya kasus deportasi UAS, kata Raihan, memberikan gambaran tentang kuatnya posisi islamophobia di Singapura.
"Singapura seakan ingin mempromosikan dirinya di era keterbukaan informasi sekarang ini, dan tokoh sekaliber UAS pun dijadikan contoh dengan dideportasi tanpa alasan," tegasnya.
Sebagai bangsa besar dan beradab, Indonesia perlu memberikan pesan khusus kepada Singapura dengan terus mengkritik prilaku islamophobia di sana.
"Boleh jadi ini titik balik bangkitnya kesadaran Islam di sana untuk lebih terbuka lagi dan lebih kokoh lagi,” demikian Raihan.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Hadapi Kebijakan Tarif Trump, Pemerintah Indonesia Tàk Perlu Mengemis ke AS
- KPK Belum Mengirim Penyidik untuk Mengecek Paulus Tannos di Singapura
- Gus Fawait: Kita Bangga Indonesia Junjung Tinggi Demokrasi