Kekeringan Parah Landa Jatim, Ribuan Hektare Padi Puso

ilustrasi kekeringan/ist
ilustrasi kekeringan/ist

Kekeringan yang melanda Jawa Timur telah mengakibatkan kerugian besar bagi sektor pertanian. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga awal Agustus, setidaknya 7.666,80 hektare lahan padi mengalami gagal panen akibat minimnya pasokan air.


Kabupaten Lamongan menjadi daerah yang paling parah terdampak, dengan lebih dari 5.300 hektare lahan padi yang puso. Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Gresik, Bojonegoro, dan Tuban.

Gagal panen dalam skala besar ini mengancam ketahanan pangan di Jawa Timur. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, Dydik Rudy Prasetya, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini.

"Kami telah mengoptimalkan jaringan irigasi, mendorong penggunaan pompa air, dan memberikan bantuan benih unggul kepada petani," ujar Rudy.

Selain upaya pemerintah, petani juga diharapkan untuk melakukan berbagai adaptasi, seperti memilih varietas padi yang tahan kekeringan dan menerapkan pola tanam yang lebih efisien.

Namun, tantangan yang dihadapi petani tidak hanya terbatas pada ketersediaan air. Kenaikan harga pupuk dan pestisida juga menjadi beban tambahan yang harus mereka tanggung.

Rudy menambahkan daerah terdampak terluas terjadi di Kabupaten Lamongan seluas 11.736,0 hektare dengan puso 5.335,50 hektare, Kabupaten Gresik  seluas 5.954,5 hektare dengan puso 1.477 hektare, Kabupaten Pacitan seluas 5.785,50 hektare tidak terjadi puso, kabupaten Bojonegoro seluas 5.713,0 hektare dengan puso 92 hektare, dan Kabupaten Tuban seluas 1.089,4 hektare dengan puso seluas 239,40 hektare.

Kemudian Kabupaten Nganjuk seluas 698,0 hektare dengan puso 204 hektare, Kabupaten Mojokerto seluas 268,5 hektare dengan puso 257,5 hektare dan Kabupaten Jombang seluas 130 hektare dengan puso 20 hektare.

 Untuk tanaman Jagung, total areal terkena adalah seluas 2.431,50 hektare dengan puso 2,00 hektare. Daerah terdampak terluas terjadi di kabupaten Tuban seluas 2.286 hektare, Lamongan seluas 84,5 hektare dengan puso 2,00 hektare, Bojonegoro 20 hektar, Trenggalek 18 hektare dan Pacitan 17 hektare.

“Untuk tanaman kedelai, total area terkena seluas 42 hektare terjadi di kabupaten Pacitan,” jelasnya

 Rudy menambahkan untuk mengatasi kekeringan, pihaknya melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota dalam rangka memaksimalkan capaian target luas tanam mata tanam April-September 2024 yang telah ditetapkan di seluruh Kabupaten/Kota dengan menyusun agenda gerakan percepatan olah tanah dan percepatan tanam. Kemudian optimalisasi jaringan irigasi.

“Dengan optimalisasi jaringan irigasi diharapkan debit air sampai kepertanaman dengan baik sehingga tanaman dapat berproduksi lebih maksimal. Selain itu juga dilaksanakan peningkatan debit air irigasi melalui rehabilitasi jaringan irigasi tersier,” katanya.

 Lebih lanjut Rudy menambahkan pengembangan irigasi pompa baik bantuan pemerintah maupun swadaya, pembuatan embung, serta mendorong perpompaan melalui sumur submersible secara swadaya oleh petani.

Kemudian melakukan budidaya tanaman sesuai iklim dan kondisi setempat, antara lain dengan menggunakan benih unggul bersertifikat dan memilih varietas umur pendek, tahan hama dan penyakit dan toleran terhadap kekeringan serta mengintensifkan monitoring, evaluasi dan pelaporan secara rutin terhadap perkembangan luas serangan hama dan penyakit tumbuhan dan dampak kekeringan.

“Selain itu optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian. Dengan semakin berkurangnya tenaga kerja/buruh tani disektor pertanian maka solusinya adalah dengan pemanfaan alat mesin pertanian (Alsintan) untuk mengolah lahan, menanam, memanen yang lebih efektif dan efisien terutama dalam mempercepat waktu penyiapan lahan, penyiapan tanam serta menekan kehilangan hasil dan bahkan dapat memproses lebih lanjut menjadi bahan jadi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi,” jelasnya.

Kemudian menerapkan pola tanam dengan pergiliran padi ke tanaman palawija (jagung, kacang hijau, kedelai) atau tanaman lain yang memungkinkan sesuai dengan keadaan spesifik lokasi.

“Pemanfaatan Asuransi Usahatani Pangan (AUTP). Sehubungan dengan tidak menentunya musim/cuaca saat ini maka diharapkan para petani padi mengikuti AUTP, sehingga saat terkena bencana alam kekeringan/banjir/serangan hama dan penyakit masih bisa melanjutkan usaha taninya dengan memanfaatkan klaim yang diperoleh untuk kembali bercocok tanam,” pungkasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news