- Paranoid Aktor Negara Mengawasi Warga
- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas
MASALAH efisiensi selalu membayangi perusahaan, dan juga tentunya pemerintahaan. Walau dua entitas itu berbeda, namun cara kerja keduanya punya kemiripan. Saat perusahaan berada dalam efisiensi, perusahaan tetap harus berorientasi pada kepuasan konsumen. Begitupula pemerintahan, selalu berorientasi pada publik yang puas terlayani. Harapannya, kepuasaan itu tetap tinggi di tengah efisiensi yang acap identik dengan pemangkasan atau pengetatan anggaran di pos-pos tertentu.
Dalam kondisi efisiensi itulah, isu kepemimpinan digital ini mencuat. Corak kepemimpinan yang memanfaatkan kehadiran teknologi digital untuk mendukung cara memimpin perusahaan, yang sesungguhnya juga bisa dipraktekkan pada pemerintahan. Namun, ada syarat penting yang wajib dipenuhi jika hendak menerapkan kepemimpinan berbasis digital ini. Yaitu, harus ada pemahaman baik terhadap dunia digital.
Terutama pengaruh digital terhadap perubahan-perubahan keorganisasian yang bisa dilakukan. Selain juga, harus memahami bagaimana mengelola keterampilan bawahan atau pegawai agar juga mempunya literasi digital, mampu melakukan kolaborasi. Pun dalam proses pembuatan keputusan. Semua itu menjadi bagian penting dalam dunia digital. Termasuk dalam soal pertimbangan etika. Hal ini tak boleh diabaikan meski telah terjadi perubahan lingkungan dampak efisiensi, dari analog ke digital.
Buku ini memberi spektrum informasi apa dan bagaimana kepemimpinan digital itu. Diawali dengan definisi kepemimpinan digital, yakni pemakaian secara efektif teknologi digital untuk mengoptimalkan kinerja bisnis, mengembangkan produk dan layanan inovatif yang berdampak positif kepada pemangku kepentingan dan masyarakat. Dalam konteks pemerintahan, dampak positif itu tertuju pada optimalisasi layanan publik yang inovatif.
Terdapat 25 pakar di bidang teknologi, ekonomi serta bisnis, yang menyumbangkan artikel-artikel menarik dalam buku ini. Empat bagian buku yang dirinci dalam 14 artikel, tertata dengan baik. Mulai dari perbincangan tentang masyarakat digital dan para pemangku kepentingan. Berlanjut pada teknologi inovatif, lalu aspek keorganisasian dan dipungkasi dengan bahasan tentang struktur bisnis, sistem dan proses.
Ada beberapa hal dari seorang pemimpin agar berkarakter digital. Ia perlu menunjukkan watak kewirausahaan yang kuat, punya motivasi, terorganisasi baik serta fleksibel. Sedangkan secara keorganisasian, kepemimpinan digital bisa diketahui dari delapan atribut. Pertama, kompetensi teknologi. Sebuah organisasi membutuhkan tingkat keterampilan yang tepat, bakat serta sumberdaya agar bisa menciptakan kinerja yang baik. Artinya, perusahaan harus belajar mengelola keragaman platform digital baru.
Kedua, keharusan cara pandang inovatif. Sebuah organisasi harus terus mencari teknologi terbaik, pengembangan sistem untuk produk atau layanan yang menjadi pelopor dalam bidangnya. Inovasi selalu menjadi kunci penting dalam digitalisasi. Ketiga, diperlukan perspektif secara holistik (menyeluruh). Perusahaan atau organisasi pemerintahan harus punya perspektif luas dalam urusan yang dikerjakan, sekaligus mempertimbangkan dampak kebijakannya kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.
Keempat, pengembangan bakat. Sebuah organisasi harus memahami nilai dari pegawai atau tenaga kerja dan mempersiapkan mereka untuk ditingkatkan keterampilannya demi mencapai puncak kinerja dalam tempat kerja. Keterampilan serta kompetensi digital menjadi penting dalam hal ini. Kelima, dibutuhkan kolaborasi strategis. Maksudnya, sebuah organisasi perlu secara efektif melakukan kolaborasi di internal dan secara eksternal dengan perusahaan teknologi lain, akademisi serta pusat riset agar dampak model bisnis dan teknologi yang dipakai bisa diketahui.
Keenam, bertumpu pada data. Organisasi harus menggabungkan data kunci dan informasi untuk memperoleh wawasan penting atas lingkungan, wilayah kompetisi dan konsumen atau penerima manfaat. Disinilah pentingnya digitalisasi untuk mendukung pemakaian data secara efektif. Ketujuh, sadar pada penilaian. Organisasi juga harus secara konstan melakukan evaluasi serta menilai kinerjanya guna mengidentifikasi perubahan dan pengembangan.
Kedelapan, berorientasi pada masa depan. Maknanya, sebuah organisasi harus peka terhadap berbagai kecenderungan di masa depan. Sekaligus secara hati-hati menilai perkembangan yang telah terjadi. Tujuannya, agar bisa selalu mengoptimalkan kinerja bisnis sekaligus meraih manfaat kompetitif.
Ala kulli hal, kepemimpinan digital memang membutuhkan delapan atribut di atas. Namun, yang tak kalah penting adalah perlunya kepemimpinan ini mengetahui beragam tantangan yang dihadapi. Misalnya, perencanaan yang tepat, pengelolaan kebutuhan, penciptaan kolaborasi yang efektif, dan beberapa hal yang secara jeli harus dicermati seorang pemimpin berkarakter digital.
Penulis adalah akademisi dan periset
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Paranoid Aktor Negara Mengawasi Warga
- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas