Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat, Yadi Hariyadi menanggapi positif penundaan pengesahan Rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pasalnya, aturan tersebut dinilai membelenggu sehingga kebebasan pers, sehingga seperti kembali seperti era Orde Baru.
- Kick Off Program Klinik BUMDes & Akademi Wisata 2023, Gubernur Khofifah Dorong Sinergitas Hexa Helix Approach Buka Spektrum Baru Desa Mandiri
- Pastikan Arah dan Tujuan Jangka Panjang Pembangunan, Pemkab Madiun Gelar Konsultasi Publik RPJPD 2025-2045
- Kolonel Inf Rama Serahkan Jabatan Danrem 081 DSJ ke Pangdam V Brawijaya
Dijelaskan Yadi Hariyadi, ada 2 pasal dalam Rancangan KUHP yang mendapat protes keras dari Dewan Pers maupun organisasi jurnalis seperti IJTI, PWI, dan AJI. Karena itu pihaknya sudah menyiapkan petisi penolakan yang akan dimulai di Surabaya jika hari ini RUU KUHP jadi disahkan.
Pasal yang mengancam kebebasan pers yang pertama, adalah pasal 219 R-KUHP yang menyatakan setiap orang yang menyiarkn, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang diberisi penyebaran kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksuda agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yakni sebesar Rp.200 juta.
Kedua adalah, pasal 241 dimana dinyatakan bahwa, setiap orang yang menyiapkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau gambar sehinga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau memyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yakni paing banyak sebesar Rp.500 juta.
"Ini adalah kemenangan teman-teman jurnalis karena sudah 2 tahun lalu kita galang kekuatan menolak RUU KUHP ini. Pasalnya bisa mengancam kebebasan berekspresi yang juga diatur dalam UUD 1945. Intinya, banyak yang kontraproduktif, sehingga bisa menghancurkan profesi jurnalis,†ungkap Yadi Hariyadi.
Di sisi lain, pihaknya juga mengakui anggota IJTI yang sudah bersertifikat melalui UKW (Uji Kompetensi Wartawan) belum merata karena dari 2600 anggota, baru sekitar 600 orang yang sudah bersertifikat. Karena itu harus ada wisdom (kebijaksanaan) pers Indonesia dan harus bertanggungjawab terhadap masyarakat luas.
"Kita juga harus menyatakan perang dengan jurnalis abal-abal. Sebab karena mereka, profesi kita jadi tercemar dan dipertanyakan,†pinta Yudi.
Sebelumnya, sebanyak 51 pengurus IJTI Korda Surabaya periode 2019-2022 diambil sumpah dan dikukuhkan langsung oleh ketua IJTI Pusat. Ketua IJTI Korda Surabaya dijabat Lukman Abdul Rozaq (Trans 7), lalu sekretaris dijabat oleh Guntur Nara Persada (SBO TV) dan bendahara Sinta Maulidia (Kompas TV).[bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Dalam Sehari, Pemkot Surabaya Pernah Catat 100 Orang Dimakamkan Secara Prokes
- Dewan Apresiasi Pemkot Surabaya Gencar Rapid Test Massal Dadakan
- Pangdam V Brawijya Tinjau Bantuan Program TNI Mampir Ziarah Ke Sunan Bonang Tuban