Kogartap Jakarta Membangun Gaya Komunikasi Yang Berhikmat

Komando Garnisun Tetap I/Jakarta (Kogartap I/JKT) membangun komunikasi yang berhikmat dengan mengadakan kursus bidang komunikasi bagi jajaran pimpinannya.


Kasgartap I/JKT, Brigjen TNI Herianto Syahputra mengatakan, pelatihan ini dimaksudkan untuk mendukung kinerja seluruh jajaran Gartap Jakarta dalam setiap fungsinya guna mewujudkan sinergi yang solid antara Gartap Jakarta dan masyarakat.

Tujuan pelatihan ini adalah membangun dan sekaligus mengubah mindset dalam berkomunikasi untuk jajaran dan pimpinan staf Gartap Jakarta. Diharapkan nantinya jajaran Gartap Jakarta mampu berkomunikasi dengan menyesuaikan situasi dan dinamika ipoleksosbudhankan,” terang Herianto, seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (29/4).

Ia menambahkan, pelatihan bertahap terhadap jajaran Gartap I/Jakarta ini diharapkan mampu membangun komunikasi yang berhikmat, mengembangkan dan meningkatkan keahlian komunikasi berhikmat untuk mendukung serta menunjang tugas di tempat kerja termasuk di wilayah subgar masing-masing.

Tentu dalam konteks ini, keberhasilan komunikasi berhikmat ini mempermudah terselesaikannya tugas-tugas dan fungsi masing-masing terutama terkait interrelasi dengan masyarakat Jakarta dan sekitarnya,” ujar dia.

Sila Keempat Pancasila

Sementara itu, pemateri AM Putut Prabantoro menjelaskan, komunikasi yang berhikmat tidak dapat dilepaskan dari sila keempat Pancasila. Sila ini mengajarkan bangsa Indonesia cara berkomunikasi satu sama lain. Ancaman perpecahan ataupun persatuan Indonesia akibat dalam Pilkada, Pileg ataupun Pilpres tidak terlepas dari kelupaan kita menggunakan Sila Keempat Pancasila sebagai pola komunikasi.

Kita sebenarnya lupa bahwa Sila Keempat ini merupakan pola komunikasi dalam masyarakat. Kata Hikmat dalam kata hikmat kebijaksanaan ini sebenarnya merupakan pola komunikasi termasuk politik untuk menguatkan dan menjaga Sila Ketiga, yakni Persatuan Indonesia,” ujar dia.

Putut mengatakan, kekacauan komunikasi politik nyata-nyata terjadi ketika diselenggarakannya pilkada DKI Jakarta tahun 2017 di mana politik identitas,  demam hoax, ujaran kebencian, persekusi dan bullying terjadi.

Persatuan Indonesia terancam ikatannya karena komunikasi politik kita mengijinkan  cara-cara komunikasi yang tidak sesuai dengan Pancasila,” ujar Putut.

Menurut Putut Prabantoro, pengertian hikmat atau hikmah merupakan pengertian atau pemahaman secara integral atau satu kesatuan, tentang orang, barang, kejadian atau situasi yang menghasilkan kemampuan untuk menganalisa, mengimplementasikan persepsi, penilaian, atau perbuatan sesuai dengan makna yang sebenarnya.

Dalam  komunikasi berhikmat ini, dibutuhkan penguasaan terhadap reaksi emosional komunikator terhadap suatu berita, informasi yang diterima untuk kemudian dipertimbangkan, dianalisa berdasarkan pengetahuan universal yang dipahaminya untuk kemudian dapat menentukan tindakan selanjutnya,” ujar dia.

Secara singkat, dalam berkomunikasi secara berhikmat diperlukan pemahaman menyeluruh atas semua informasi yang masuk berdasarkan data-data valid yang ada.

Artinya, cross check kebenaran suatu informasi merupakan suatu kebutuhan,” tegas Putut yang juga menjabat sebagai Ketua Presidium ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia) Bidang Komunikasi Politik.

Oleh karena itu, berkomunikasi yang berhikmat dapat diartikan sebagai komunikasi yang meletakkan pada nilai-nilai kebijaksanaan, kecerdasan, akal budi, akal sehat, kecerdikan dan juga tepa seliro”.

Dalam komunikasi berhikmat, setiap komunikator dituntut memiliki pemahaman yang cukup soal sebab-akibat, aksi-reaksi, analisa dan dampak, dan selalu mengajukan pertanyaan utama dengan kata Mengapa” sesuatu terjadi demikian dan tidak cukup hanya mengetahui sebuah informasi semata.

Kata local wisdom” sebenarnya mengacu pada nilai-nilai luhur daerah setempat. Artinya, dalam berinteraksi dengan masyarakat seseorang harus berinteraksi dan sekaligus menghormati nilai-nilai luhur yang ada di daerah tersebut.

Putut yang juga Ketua Gerakan Ekayastran Unmada (Semangat Satu Bangsa) itu mengingatkan bahwa komunikasi yang berhikmat selalu mengutamakan kesantunan, unggah-ungguh, budi pekerti karena terkait dengan nilai Bhinneka Tunggal Ika, yang sebenarnya untuk menegaskan adanya nilai-nilai local wisdom (kearifan lokal) dalam NKRI.  

Agama-agama juga mengajarkan umatnya untuk menggunakan kata hikmat sebagai penjelasan tentang nilai luhur yang harus dihormati dalam interrelasi antar manusia. Oleh karena Pancasila itu way of life atau falsafah hidup bagi bangsa Indonesia termasuk di dalamnya berkomunikasi, sudah seharusnya kita mengembangkan komunikasi yang berhikmat agar Persatuan Indonesia tetap utuh,” tandas Putut. []

ikuti terus update berita rmoljatim di google news