Komisi I DPRD Bondowoso Soroti Kinerja Camat dalam Rapat Evaluasi Bersama

foto/RMOLJatim
foto/RMOLJatim

Komisi I DPRD Kabupaten Bondowoso menggelar rapat kerja (raker) bersama seluruh camat se-Kabupaten Bondowoso, Rabu (23/4). Pertemuan ini menjadi ajang evaluasi kinerja para camat, mengingat peran strategis mereka sebagai jembatan antara pemerintah daerah dan pemerintahan desa.


Ketua Komisi I DPRD Bondowoso, H. Setyo Budi, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja camat, terutama terkait berbagai persoalan yang terjadi di tingkat desa selama tahun 2024.

“Evaluasi kepada camat tentu ada, karena camat adalah kepanjangan tangan dari Pemda ke desa. Kita wanti-wanti agar kekurangan di 2024 tidak terulang lagi di 2025,” ujarnya kepada RMOLJatim.

Dalam rapat tersebut, Komisi I mencatat sejumlah persoalan, mulai dari banyaknya kasus hukum yang melibatkan aparatur desa hingga dugaan pelanggaran prosedur dalam pengelolaan keuangan desa.

Salah satu isu yang mencuat adalah tidak ditempatinya rumah dinas oleh sejumlah camat. Meski belum mendapat data rinci, Setyo Budi mengaku akan menjadikan hal itu sebagai bahan evaluasi lanjutan.

“Kalau memang ada yang tidak menempati rumah dinas, tentu akan jadi bahan evaluasi kami. Karena bisa menghambat kinerja, apalagi kalau rumah pribadi camat terlalu jauh dari kantor,” jelasnya.

Budi juga menyoroti peran camat dalam pengawasan dan pembinaan desa, khususnya terkait pencairan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Ia menegaskan bahwa camat harus bersikap proaktif dalam proses rekomendasi pencairan dana tersebut, karena DPRD hanya memiliki kewenangan sampai pada tingkat kecamatan.

Tak hanya itu, ia juga membeberkan hasil rapat kerja bersama Inspektorat yang menunjukkan keterbatasan jumlah auditor. Dari kebutuhan sekitar 70 auditor untuk mengawasi seluruh desa di Bondowoso, saat ini hanya tersedia 27 auditor aktif.

“Ini tentu jadi kendala besar dalam melakukan pengawasan menyeluruh. Wajar kalau kemudian muncul kasus-kasus di desa,” tambahnya.

Isu lain yang tak kalah penting adalah terkait penetapan APBDes tanpa melalui Musyawarah Desa (Musdes), yang seharusnya merupakan prosedur wajib sesuai dengan Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang telah diperbarui melalui UU Nomor 3 Tahun 2024.

“Kalau benar APBDes ditetapkan tanpa Musdes, ini kacau. Musdes itu wajib. Dan kami akan memberi perhatian khusus terhadap kecamatan-kecamatan yang desanya bermasalah,” tegasnya.

Rapat kerja ini diharapkan dapat menjadi titik tolak perbaikan tata kelola pemerintahan di tingkat kecamatan dan desa, serta memperkuat sinergi antara DPRD dan para camat demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news