Menyikapi keresahan masyarakat terkait mahalnya biaya wisuda, beberapa waktu terakhir Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur (Dindik Jatim) mengambil langkah tegas dengan melarang kegiatan wisuda bagi siswa SMA, SMK, dan SLB. Keputusan ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Nomor 000.1.5/1506/101.5/2025 yang ditandatangani pada 6 Maret 2025. Surat tersebut mengatur peniadaan kegiatan wisuda bagi siswa SMA dan SMK di seluruh provinsi tersebut.
Merespon kebijakan tersebut, anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas, memberikan dukungan terhadap kebijakan Dindik Jatim. Menurut Puguh, fenomena wisuda yang kerap dilaksanakan dalam berbagai jenjang pendidikan memang tidak bisa dipungkiri menambah beban bagi banyak orangtua, terlebih lagi di tengah situasi ekonomi yang tidak stabil dan menjelang Lebaran.
"Pendidikan kita ini terlalu banyak wisuda. Bayangkan saja, mulai dari lulus TK hingga lulus pendidikan tinggi ada wisuda. Bagi masyarakat yang berada, ini tidak menjadi masalah, tetapi bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, ini menjadi beban tersendiri," ujar Puguh.
Puguh juga menyarankan agar kegiatan kelulusan siswa/siswi cukup dilaksanakan secara sederhana di dalam lingkungan sekolah, dan lebih penting jika dijadikan sebagai sarana pembekalan karakter dan mentalitas siswa untuk menghadapi jenjang kehidupan dan pendidikan selanjutnya.
"Menurut saya, daripada memaksakan adanya ceremonial wisuda yang tidak esensial, lebih baik kita fokus pada persiapan karakter dan mentalitas siswa agar mereka siap menghadapi tantangan kehidupan dan dunia kerja," tambah Puguh.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menekankan pentingnya mempersiapkan lulusan SMA/SMK di Jawa Timur dengan kompetensi dan daya saing yang tinggi, mengingat angka pengangguran terbuka yang besar berasal dari kalangan mereka.
"Menanamkan tanggung jawab akan kehidupan mereka menjadi lebih penting daripada menggelar acara wisuda yang justru bisa keluar dari esensi pendidikan itu sendiri," ungkap pria yang berasal dari Malang ini.
Dengan kebijakan ini, diharapkan bisa meringankan beban masyarakat, sekaligus mengarahkan fokus pendidikan kepada hal-hal yang lebih mendasar dan esensial, tanpa terbebani oleh biaya-biaya yang sering kali tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat.