KRIS Mengancam Over Kapasitas RSUD di Jatim, DPRD Minta Penundaan!

Ketua komisi E DPRD Jatim Sri Untari Bisowarno/ist
Ketua komisi E DPRD Jatim Sri Untari Bisowarno/ist

Rencana penerapan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan, yang mengatur pembatasan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menuai polemik di Jawa Timur. Sejumlah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah daerah dikhawatirkan semakin tidak mampu menampung pasien yang selama ini selalu mengalami over kapasitas.


Ketua Komisi E DPRD Jatim, Sri Untari Bisowarno, mengungkapkan kekhawatiran ini setelah berdialog dengan pihak RSUD dr. Soetomo dan RSUD lainnya milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ia menjelaskan bahwa sistem KRIS, yang bertujuan menyamaratakan kualitas layanan rawat inap bagi semua peserta BPJS Kesehatan, justru berpotensi menimbulkan masalah baru.

"Kami meminta pemerintah pusat menunda kebijakan KRIS karena belum tepat dilaksanakan tahun ini," tegas Sri Untari pada Minggu (16/3/2025).

Persoalan utama terletak pada aturan kepadatan ruang, di mana KRIS menetapkan maksimal 4 tempat tidur dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter dalam satu ruangan. Padahal, di RSUD dr. Soetomo, rata-rata satu ruangan saat ini berisi 6 tempat tidur.

"Dengan adanya KRIS, praktis daya tampung rumah sakit harus dikurangi, karena hanya diperbolehkan menampung 4 bed di satu ruangan rawat inap," jelas penasehat Fraksi PDIP DPRD Jawa Timur tersebut.

Menurut data terbaru awal tahun 2025, RSUD dr. Soetomo saja harus melayani 21.000 hingga 37.000 pasien rujukan BPJS. Penerapan KRIS dikhawatirkan akan memperparah kondisi over kapasitas yang sudah ada.

Selain itu, Sri Untari juga menyoroti potensi kehilangan pendapatan hingga Rp 180 miliar jika KRIS diterapkan di RSUD dr. Soetomo. Ia menilai kebijakan ini tidak memiliki "sense of crisis" di tengah kondisi kesehatan masyarakat yang sensitif.

"Sebelum KRIS diberlakukan saja, RSUD Soetomo ini sudah overload, apalagi kalau nanti KRIS diberlakukan," ujarnya.

Komisi E DPRD Jatim berencana segera berkoordinasi dengan Komisi IX DPR RI untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Mereka menekankan bahwa penerapan KRIS berpotensi menunda layanan kesehatan, meningkatkan tingkat kematian, dan membebani keluarga pasien dengan biaya perawatan yang tinggi.

"Penerapan KRIS akan dievaluasi secara berkala untuk memastikan keberlanjutan program jaminan kesehatan," pungkas Sri Untari.

Polemik ini menunjukkan bahwa penerapan KRIS memerlukan kajian yang lebih mendalam dan persiapan yang matang, terutama di daerah dengan jumlah pasien BPJS yang tinggi seperti Jawa Timur.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news