Posisi Indonesia jelas dirugikan oleh China dalam konteks perang dingin di Laut China Selatan. Ini lantaran adanya klaim sembilan garis putus-putus China yang masuk wilayah Indonesia di Laut Natuna Utara.
- Kapal Asing Masuk Perairan Natuna, Puan Maharani Desak Jokowi Buat Nota Protes ke China
- Jika Terjadi Perang Konvensional, Laut Natuna Utara Dibutuhkan AS Untuk Lindungi Sekutunya
Begitu tegas anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon dalam acara diskusi virtual New Cold War US-China dan Reposisi Geopolitik Indonesia: Lesson Learned from Peristiwa 1965, yang digagas Narasi Channel, Jumat lalu (1/10).
Di satu sisi, Fadli Zon mengatakan bahwa kontribusi Amerika Serikat untuk kemerdekaan Indonesia cukup besar, sehingga Indonesia perlu menyikapi perang dingin antara AS dan China sambil melihat kembali sejarah dibangunnya Indonesia.
“Namun, bukan berarti Indonesia perlu berpihak kepada AS. Tetapi perlu melihat detail duduk permasalahan dalam perang dingin AS vs China,” sambungnya.
Fadli Zon mengatakan, kunci utama keberhasilan Indonesia dalam perang dingin di Laut Cina Selatan antara Amerika dan China ada di tangan pemimpin saat ini.
"Kalau pemimpinnya seperti sekarang kita sulit berharap, karena tidak ada satu visi sejarah maupun bisi masa depan proyeksi sepeti apa yang diharapkan, tahu menempatkan prioritas dan sebagainya,” ujarnya.
Dia berharap pemimpin yang akan datang mampu menjawab tantangan global yang saat ini sedang dihadapi.
"Jadi, menurut saya kita mungkin perlu berharap yang akann datang gitu ya,” tutupnya seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ini Penyebab Harga Emas Terus Naik
- Indonesia Tak Bisa Tiru China Melawan Tarif Trump, Ini Alasannya
- AS Terus Tambah Tarif Impor Trump untuk China Hingga 145 Persen