Lawan Kotak Kosong Hanya Akal-akalan, Diperlukan Regulasi Ambang Batas Koalisi Parpol

Founder Lembaga Survei Kedai KOPI, Hendri Satrio/ist
Founder Lembaga Survei Kedai KOPI, Hendri Satrio/ist

Fenomena calon kepala daerah (Cakada) bersaing dengan kotak kosong di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dinilai hanya akal-akalan saja. Karena itu diperlukan regulasi yang membatasi ambang batas koalisi partai politik dalam pemilihan.  


"Harus ada aturan batasan atas ambang batas koalisi parpol dalam Pilpres/Pilkada, sehingga borong kursi parpol buat munculkan calon tunggal vs kotak kosong bisa disetop," kata Founder Lembaga Survei Kedai KOPI, Hendri Satrio dilansir dari Kantor Berita Politik  RMOL, Jumat (9/8).

Menurut Hendri, pembatasan ini akan memberikan ruang bagi calon lain untuk ikut serta dalam kontestasi, sehingga pemilih memiliki lebih banyak pilihan.

"Kan ada jalur independen? Lah iya, tapi bila ada aturan batasan ambang atas, demokrasi makin terjaga, Misalnya koalisi parpol bila sudah 40 persen sudah nggak bisa nambah parpol lagi," jelasnya.

"Aneh banget bila pilkada, kotak kosong vs calon yang elektabilitasnya cuma di bawah 25 persen? Akal-akalan aja," sambung sosok yang akrab disapa Hensat itu.

Ketika masyarakat dihadapkan pada pilihan antara satu calon dan kotak kosong, partisipasi pemilih cenderung menurun, dan legitimasi pemimpin yang terpilih bisa dipertanyakan.

"Elektabilitas si tokoh kecil, misal 10 persen, tapi karena borong kursi parpol, dia bisa maju tanpa lawan (alias lawan kotak kosong)? Lah suara yang 90 persen dianggap nggak ada?" tandasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news