Ada persepsi keliru di masyarakat terkait Lembaga Wali Nanggroe (LWN) posisi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sehingga mantan Jururunding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada perundingan Helsinki, Munawar Liza Zainal, coba meluruskan persepsi keliru ini.
Munawar mengatakan, saat perundingan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, ada dua pihak yang sejajar, yakni GAM yang mewakili rakyat Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia.
"Waktu itu seolah-olah kita itu melakukan perundingan dengan RI, seolah-olah kita sebuah pemerintahan ataupun pengasingan, semacam negara bagi Aceh, sehingga kita tandatangani perjanjian itu," kata Munawar Liza dalam FGD dengan tema "Kelembagaan Wali Nanggroe dalam Kekhususan Aceh", di Kyriad Muraya Hotel, Banda Aceh, Sabtu (15/10).
Menurut Munawar, dalam perjalanannya setelah MoU ditandatangani, ada upaya dari Internasional dan RI bahwa setelah damai maka GAM itu hilang dan berubah jadi institusi-institusi di Aceh.
"Sedangkan pada prinsipnya, GAM itu sebenarnya sebagai signatori, dia masih ada, sebagai lembaga masih ada. Cuma GAM pasca-MoU tidak punya senjata, GAM tidak lagi memperjuangkan kemerdekaan," ujar mantan Walikota Sabang ini.
Kondisi inilah, lanjut dia, membuat banyak masyarakat Aceh yang berpikir bahwa setelah perundingan, GAM berubah jadi Komite Peralihan Aceh (KPA), setelah itu berubah jadi Partai Aceh (PA). Tak heran jika banyak yang merasa PA itu adalah GAM.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kondisi Ekonomi yang Tidak Menentu dan Biaya Wisuda: Beban Tambahan bagi Masyarakat Menjelang Lebaran
- Sumardi Dorong OPD Pemprov Jatim Maksimalkan Pelayanan Meski Ada Efisiensi Anggaran
- Revitalisasi Pasar Kembang Tahap Pertama Segera Dimulai, PD Pasar Surya Bangun TPS untuk Pedagang