Sektor penerbangan terancam mem-PHK besar-besaran karyawannya akibat perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
- Hasil Perhitungan Indikator PPKM Darurat Berbasis Wilayah, Seluruh Kelurahan di Surabaya Berstatus Zona Hijau
- Pemerintah Jangan Terburu-buru Buka Pintu untuk Wisatawan Asing
- PPKM Darurat, Polisi Bubarkan Turnamen Pertandingan Bola Kasti Tanpa Prokes
Dikatakan pengamat penerbangan Alvin Lie, diperkirakan akan ada banyak maskapai yang gulung tikar jika PPKM diperpanjang lagi.
"Gulung tikar semua itu. Hati ini saja, teman-teman arlines sudah menyatakan kalau diperpanjang lagi, mereka sudah siap PHK (pemutusan hubungan kerja) besar-besaran juga," ujar Alvin dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (27/7).
Alvin mengatakan, insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada sektor penerbangan tidak memiliki dampak besar. Retribusi yang diberlakukan pada akhir tahun hanya diberikan selama tiga bulan.
Sejauh ini, banyak maskapai penerbangan juga telah melakukan kebijakan pengurangan karyawan, termasuk Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, Lion Air, hingga AirAsia.
Selain itu, ia juga menyoroti kebijakan pemerintah saat ini yang menurutnya seakan melarang orang naik pesawat. Alvin menilai, ada diskriminasi kebijakan terkait transportasi udara dengan transportasi lainnya.
Berdasarkan kebijakan pemerintah, penumpang pesawat diwajibkan menggunakan hasil tes Covid-19 PCR, sementara tes antigen tidak lagi diakui.
Padahal, tes antigen masih menjadi standar pemerintah, bahkan digunakan untuk transportasi darat dan air.
"Yang saya pertanyakan, kenapa hanya penerbangan? Kenapa darat, laut, penyeberangan tidak wajib PCR?" tanyanya.
"Kenapa tes antigen untuk udara tidak diakui? Kalau memang antigen tidak diakui, pemerintah jangan masukkan antigen ke dalam status testing dong," tuturnya.
Alvin menyebut, kebijakan ini sangat menghambat sektor penerbangan. Lantaran tes PCR membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu 6-8 jam. Sehingga mereka yang akan melakukan perjalanan mendesak akan kesulitan.
Selain itu, harga tes PCR juga lebih mahal, sekitar Rp 700-900 ribu. Bahkan jika dibandingkan dengan tiket beberapa rute penerbangan, harga tes PCR lebih mahal.
"Sangat mungkin jumlah penumpang merosot, terutama rute-rute jarak pendek, di bawah dua jam yang harga tiketnya juga kan di bawah Rp 1 juta," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Maskapai Penerbangan Luncurkan Program Strategis untuk Penuhi Destinasi Wisata ASEAN, Di antaranya AirAsia Travel Fair di Surabaya
- Utang Nepal Airlines Rp5,7 Triliun, Alvin Lie: Garuda Capai Rp142 Triliun
- Harga Avtur Melambung, BPKN Ingatkan Maskapai Penerbangan Tak Tabrak UU Perlindungan Konsumen