Mata Pencaharian Warga Hilang- Pertamina Malah Ajak Nelayan Angkut Limbah

Akibat kebocoran minyak mentah di pengeboran milik Pertamina, selain mencemari lingkungan juga membuat warga kehilangan mata pencaharian.


"Daerah itu adalah Desa Pusakajaya (Betok Mati), Desa Cemarajaya, Desa Pasirjaya, Desa Sungaibuntu (Pantai Wisata Samudera Baru, Cipucuk)," jelasnya saat berbicara di Kantor Walhi Pusat di bilangan Mampang, Jakarta Selatan seperti dilansir Kantor Berita RMOL, Senin (29/7).

Tumpahan minyak itu telah mencemari ekosistem laut dan pesisir pantai. "Kalau tidak disegerakan akan mengganggu rantai makanan dan habitat hewan khas perairan di sana," paparnya.

Selain itu ditemukan pula sejumlah tambak dan budidaya ikan warga yang mengalami kegagalan karena banyak ikan yang mati.

"Akibat dari pencemaran tersebut pendapatan petambak ikan dan udang berkurang, serta pendapatan nelayan berkurang drastis hingga 75 persen," lanjut Meiki.

"Kalaupun ada yang melaut, mereka harus lebih jauh ketengah. Itu juga akan berdampak kepada cost operasional mereka yang bengkak," tambahnya.

Tak hanya itu, 300 warga di kawasan pantai wisata Samudera Baru yang bergantung kepada sektor pariwisata juga harus kehilangan mata pencaharianya.

"Sudah tidak ada lagi wisatawan yang datang," imbuhnya.

Namun yang disesalkan Walhi, saat ini Pertamina malah melibatkan nelayan dalam proses pembersihan tumpahan minyak.

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk ganti rugi Pertamina kepada nelayan yang tidak bisa melaut karena laut yang biasa dijadikan mereka untuk mencari nafkah tercemar. Kendati demikian, langkah Pertamina itu dinilai kurang persiapan.

"Pelibatan warga dan nelayan dalam penanganan tumpahan minyak tanpa alat keselamatan kerja yang layak  dan atau sesuai SOP, harus dievaluasi kembali," tandas Meiki.

Pasalnya dalam proses pembersihan limbah minyak tersebut pegawai Pertamina dilengkapi perlengkapan dan baju safety.  Berbeda dengan nelayan yang menggunakan alat seadanya.

"Ini harus difokuskan, jangan nanti jadi masalah baru, " tegasnya.

Meiki memberi gambaran nelayan yang dilibatkan Pertamina itu dibagi perkelompok. "1 kelompok nelayan terdiri dari 4 perahu. 1 perahu tersebut diisi oleh 3-5 orang nelayan yang mampu membawa 60 karung," paparnya.

Lebih detail Meiki bercerita 1 karung berisi 25 kg oil spill. Maka kalau di jumlah total oil spill yang terangkut oleh kelompok tersebut  sebesar 25 kg x 60 karung x 4 perahu = 6000 kg / 240 karung.

"Itu dalam 1 hari hanya 1 kali ritasi," ucapnya.

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah penanganan limbah minyak pasca diangkut akan diapakan. "Katanya mau dibawa kecimalaya setelah itu masih tanda tanya," paparnya.

Walhi menegaskan jangan sampai minyak yang diangkut menambah masalah lingkungan dan sosial baru.

Karena itu Walhi mendesak Pertamina untuk menuntaskan upaya pemulihan pencemaran kebocoran minyak. Serta melakukan pengecekan ulang terhadap sumur-sumur yang sudah tereksplorasi.

Untuk diketahui telah terjadi kebocoran minyak mentah dari anjungan lepas pantai YYA 1 di perairan Karawang pada 12 Juli lalu. Akibatnya, banyak masyarakat yang mengalami kerugian dan mengancam perairan laut di sekitarnya. Termasuk Jakarta.[aji]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news