RMOLBanten. Fenomena Pilkada Serentak 2018 yang menghadirkan banyak calon tunggal alias melawan kotak kosong sangat tidak masuk akal secara logika hukum.
- Harga Terlampau Tinggi, Vaksin Gotong Royong Bisa Picu Diskriminasi Antar Pengusaha
- Prabowo Janji Tidak Kecewakan Demokrat
- Mantan Ketum PSSI Iwan Bule Resmi Gabung Gerindra
"Dari segi logika hukum ini tidak bisa diterima akal, karena masa kotak kosong bisa dilawan. Terus kotak kosong itu mewakili kepentingan hukum siapa? Disitu masalah hukum kita dari segi logika hukum letak masalahnya" kata dia.
Memang secara UU kotak kosong diperbolehkan. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah kotak kosong mewakili kepentingan hukum siapa.
"Ini dipaksakan memang, lebih jahat dari liberal," ujarnya.
Parahnya lagi, partai politik yang ada di Indonesia masih mau melawan kotak kosong dalam pilkada serentak, 27 Juni mendatang.
"Berdiskusi, bersidang, berlatih, logika dan segala macam tapi akhirnya cuma melawan kotak kosong. Kan konyol partai-partai," jelas dia.
Oleh karena itu, Margarito menyarankan masyarakat untuk menolak kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah dengan mengubah undang-undang.
"Tolak saja, ubah aturan. Kalau dari sudut norma UUD 1945, di Pilpres itu tidak ada jalan untuk menghadirkan kotak kosong. Pasal 6A itu sama sekali tidak memberi kemungkinan adanya kotak kosong," tandasnya. [dzk
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Minim Laporan, Dewan Kota Mojokerto Bentuk Pansus Covid-19
- Panda PDIP Ungkap Cikal Bakal Keretakan Hubungan Jokowi-Megawati
- Bawaslu Respon Larangan Bukber