Hawa dingin langsung mendekap tubuh kami ketika memasuki ruang yang penuh dengan jamur itu. Bukan jamur sembarang, tapi jamur tiram yang sengaja dibudidaya untuk jadi bahan konsumsi masyarakat.
- Gali Potensi, Pelindo III Gelar Adu Inovasi Antar Pegawai
- bank bjb Gelar Program Promo DPLK Bertabur Hadiah Puluhan Juta Rupiah
- Aturan Baru Pajak Karyawan berlaku Mulai Awal Tahun
Jamur dengan nama ilmiah Pleurotus Ostreatus ini sudah menjadi konsumsi masyarakat Indonesia sejak dulu. Jamur yang khas dengan warna putih serta tudung layaknya payung memang menjadi santapan yang lembut dan gurih bagi lidah.
Di Sumatera Selatan (Sumsel) sendiri, masyarakat biasa mengolah jamur tiram menjadi tumisan, pepes jamur, nuget jamur, isian tahu, bahkan di goreng menjadi jamur krispi.
Untuk sentra produksi jamur tiram terbesar di Sumsel, cukup ditempuh sekitar 40 menit dari pusat Kota Palembang. Lebih tepatnya di Talang Buluh, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumsel.
Proses Produksi
Hal pertama yang disiapkan adalah media tanam, tempat dimana jamur tiram akan tumbuh. Media tanam menggunakan beberapa campuran sebagai bahan dasarnya seperti serbuk kayu, dedak padi, dan air.
“Kami dalam sehari bisa menggiling 25 gilingan untuk media tanamnya,” ujar Anang, Kepala Kerja tempat produksi jamur tiram tersebut, dilansir dari Kantor Berita RMOLSumsel, Minggu (3/10)
Komposisi dari bahan tersebut meliputi 8 ember serbuk kayu, 2 ember air, dan 4 gayung dedak padi. Menggunakan mesin penggiling, bahan yang terpisah tadi dicampur menjadi satu.
Tanpa ditanya, Anang menjelaskan tahap berikutnya yakni memasukan serbuk kayu yang telah tercampur tadi kedalam sebuah plastik dengan berat 1,1 kilogram. “Tidak boleh kurang, tidak boleh lebih,” ujarnya
“Sebelum di masukan plastik, serbuk kayu ini harus didiamkan dahulu semalam untuk menguraikan seratnya,” tambahnya.
Kemudian Anang menunjukan dandang besar sebagai proses berikutnya. Serbuk kayu yang sudah dibungkus tadi dimasukan ke dalam dandang untuk kemudian dikukus.
Dalam sekali kukus, dandang bisa menampung sebanyak 800 kantong serbuk kayu yang dikukus selama 12 jam. “Pengukusan ini penting agar serbuk kayu bagus dan tidak gagal," kata dia.
Selain dandang besar, terlihat juga drum kecil untuk pengukusan yang hanya menampung 80 kantong serbuk kayu.
Lalu setelah proses pengukusan, media tanam didiamkan kembali semalam dalam ruangan khusus. Ruangan yang dijaga kebersihannya untuk menjaga kesterilan dari media tanam tersebut.
Dalam ruangan yang sama, proses dilanjutkan dengan memasukan bibit jamur tiram kedalam media tanam. “Dibuka atasnya ini, kemudian ditaburkan bibit," tukasnya.
Proses yang memakan waktu pun dimulai, serbuk kayu yang telah dimasukan bibit jamur kemudian dibawa ke dalam ruang inkubasi.
“Ruang inkubasi ini untuk menunggu miselium dari jamur ini tumbuh,” ujar Anang sembari menunjukan miselium yang berwarna putih menjalar dalam serbuk kayu.
Layaknya kompetisi, serbuk kayu dalam tahap ini tidak seluruhnya bisa melanjutkan proses produksi. Anang mengaku dalam tahap ini tak sedikit serbuk kayu yang gagal menumbuhkan miseliumnya.
“Jadi yang gagal itu kalau bisa di daur ulang kami daur ulang, kalau tidak iya kami buang,” imbuhnya.
Pengamatan di ruang inkubasi ini memakan waktu sebulan, dan akan lanjut ke ruang siap panen bagi yang lolos.
Panen Jamur Tiram
Dalam ruang siap panen, terlihat seorang laki-laki paruh baya sedang menyirami serbuk kayu yang sudah ditumbuhi jamur tiram. Rahmat namanya, pemilik dari budidaya jamur tiram ini.
“Di ruang ini harus lembab, harus dingin suhunya,” ujarnya.
Hal ini karena jamur tiram akan tumbuh dengan baik apabila berada dalam ruangan dengan suhu yang dingin. Namun dalam tahap ini juga terkadang serbuk kayu mengalami gagal panen sebab terkontaminasi oleh jamur lain.
Laki-laki 58 tahun tersebut mengaku dalam sehari dirinya bisa menyiram hingga lima kali jika cuaca panas. Jika cuaca dingin atau hujan cukup dengan satu atau dua kali siram.
Menurut Rahmat, jika sedang musim jamur tumbuh dirinya bisa memanen hingga 300 kilogram jamur tiram.”Tapi jamur ini kan tidak bisa ditebak, jadi untuk jumlah panennya sendiri sangat beragam,” ucapnya.
Kemudian untuk penjualan sendiri, produksi asal Banyuasin ini biasa menjual ke pasar yang ada di Kota Palembang seperti Pasar Lemabang, Pasar 45, Pasar Perumnas, dan Pasar Induk Jakabaring.
Harga yang dibandrol oleh Rahmat untuk sekilo jamur tiram ini adalah Rp 20 ribu.
“Selain di pasar, kadang ada juga yang datang langsung kesini. Tetap kita layani tapi tergantung stok yang ada,” katanya
“Prioritas kami berjualan di pasar,” tambahnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Daihatsu Tangguhkan Produksi hingga Tahun Depan, Pengiriman ke Indonesia dan Malaysia Tetap Jalan