SETIAP insan manusia, termasuk saya, meyakini diri niscaya memiliki kemampuan berpikir secara logis.
- Palestina, Indonesia, Dan Dunia Islam
- Demokrasi dan Keadilan Sosial: Tantangan Menuju Kepemimpinan Baru 2024
- Memulai Hidup
Terkesan, apa yang disebut sebagai logika hanya dimiliki oleh diri sendiri saja sementara orang lain tidak memilikinya.
Kaidah
Logika seperti itu sebenarnya tidak logis. Secara logika sebenarnya kita tidak layak menghakimi sesuatu tanpa kaidah yang baku, tegas dan jelas.
Maka secara logika, sebenarnya tidak logis apabila kita gegabah menghakimi orang lain berpikir tidak logis sementara kaidah berpikir secara logis belum dibakukan secara tegas dan jelas.
Kebetulan kriteria logika merupakan sesuatu yang sulit - demi menghindari istilah "mustahil" - dibakukan secara tegas dan jelas.
Apa yang disebut sebagai logika memang kompleks, kontekstual, subyektif maka sulit kecuali dipaksakan alias didogmatiskan untuk dikonsepkan dan diobyektifkan mirip apa yang disebut sebagai humor, keadilan, kemanusiaan, kehidupan atau kasih-sayang. (Demi menghindari resiko kriminalisasi maka sengaja saya menghindari apa yang disebut sebagai agama).
Masalah menjadi makin rumit apabila dilibatkan penjenisan logika yang ternyata sangat beraneka ragam seolah tak kenal batasan.
Aneka Ragam Jenis
Untuk bisa menetapkan kriteria logika secara jelas dan tepat, perlu terlebih dahulu disepakati jenis logika yang mana yang akan digunakan. Jenis logika cukup beraneka-ragam dan masih lestari dikembangkan sesuai kehendak daya pikir manusia.
Silakan simak fakta bahwa ternyata hadir berbagai jenis logika mulai dari Logika Klasikal, Logika Non-Klasikal, Logika Silogistikal, Logika Simbolikal, Logika Kuantifikasi, Logika Formal, Logika Informal, Logika Boolean, Logika Fraktal, Logika Kuantum, Logika Pradikatikal, Logika Fuzzy, Logika Modern, Logika Post-Modern, Logika Proposional, Logika Sentenial, Logika Multi Nilai sampai ke Logika Semau Gue.
Putus Asa
Saya pribadi dengan daya pikir terbatas memang sudah putus asa dalam upaya menerawang apa yang disebut sebagai logika.
Saya makin putus asa setelah logika gagal menjawab pertanyaan malumologis seperti "Kenapa di masa kampanye pemilu para politisi tidak malu mengobral janji yang di masa setelah pemilu mereka tidak malu ingkari?" atau "Kenapa pemerintah DKI Jakarta tidak malu melakukan penggusuran terhadap Bukit Duri pada 28 September 2016 padahal tegas setegas-tegasnya mantan Ketua MK, Prof Mahdud MD dan Menteri Hukum dan HAM, Dr. Yasonna Laoly menegaskan bahwa penggusuran tersebut merupakan pelanggaran hukum secara sempurna akibat tanah dan bangunan yang digusur masih dalam proses hukum di Pengadilan Negeri mau pun Pengadilan Tata Usaha Negara?" dan masih terlalu banyak lagi pertanyaan yang menghantui lubuk nurani sanubari saya.
Sebenarnya saya sudah bertanya - sesuai saran mas Ebiet - kepada rumput bergoyang. Namun ternyata para rumput bergoyang mau pun yang tidak bergoyang tidak mau menjawab pertanyaan saya yang mungkin terlalu tidak logis itu. [***
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaanikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kasihan Kapolri Dipuja-puji Anggota Komisi III DPR RI
- Pendidikan Penganiaya Disorot Netizen
- Pemerintah Dihadapkan pada Kekuatan Rakyat