Mengenal Imam Muslim

BELIAU bernama Muslim bin Alhajjaj bin Muslim Alqusyairi Annaisaburi, dipanggil juga dengan julukan Abul Husain.


Beliau lahir di daerah Naisabur tahun 206 Hijriyah. Sejak kecil hidup dalam semangat mencari dan mendalami ilmu hadits, hingga banyak berkeliling dan keluar masuk satu daerah ke daerah lain, khusus untuk belajar ilmu hadits dari banyak masyayikh (para guru) kalangan ulama ahli hadits.

Di antara para gurunya dari wilayah Hurasan adalah Syeikh Yahya dan Syeikh Ishaq bin Rahuyah, dari wilayah Rayyi adalah Syeikh Muhammad bin Mihran, dari wilayah Iraq adalah Imam Ahmad bin Hanbal dan Syeikh Abdullah bin Maslamah, dari wilayah Hijaz adalah Syeikh Said bin Mansur dan Syeikh Abi Mus'ib, dari wilayah Mesir adalah Syeikh Amr bin Sawad dan Syeikh Harmalah bin Yahya.

Setelah Imam Muslim berhasil mendalami ilmu hadits, dan menjadi ulama ahli hadits terkemuka maka banyak pula murid-murid yang belajar dan sekaligus meriwayatkan hadits-hadits dari Imam Muslim, antara lain: Imam Attirmidzi, Yahya bin Shaid, Muhammad bin Makhlad, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, Muhammad bin Ishaq bin Huzaimah, Muhammad bin Abdul Wahhab Albara, Ali bin Alhusain, Makki bin Abdan, dan beberapa ulama ahli hadi lainnya.

Kesibukan Imam Muslim dalam menyampaikan Hadits-hadits Nabi SWA sangatlah padat. Di samping tuangkan hafalan Hadits Nabawi dalam karangan kitab Shahih Muslim yang sangat terkenal itu, serta beberapa kitab hadits karangan lainnya, beliau juga sibuk mengajarkan langsung kepada para murid yang belajar meriwayatkan hadits secara lengkap dengan sanad (silsilah riwayat) yang bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Aktifitas ini berlanjut secara istiqamah hingga akhirnya Imam Muslim dipanggil oleh Allah di saat-saat masih aktif menyampaikan ilmu warisan Rasulullah SAW itu, tepatnya pada tahun 261 Hijriyyah di Naisabur.

Imam Muslim menghafalkan Hadits Nabi SAW sebanyak 300.000 hadits beserta sisilah sanadnya. Namun, karena sifat kehati-hatiannya, maka beliau hanya mencantumkan 12.000 hadsits yang benar-benar dinyatakan sebagai hadits shahih dalam kitab Shahih Muslim dengan penelitian yang cukup ketat.

Beliau mengikuti syarat-syarat yang dijadikan rujukan oleh salah satu gurunya, yaitu Imam Bukhari pengarang kitab Shahih Bukhari.

Hanya saja Imam Muslim lebih menekankan sistem pengarangan kitab yang sangat tertib dalam menyusun bab-babnya, hingga jadilah Kitab Shahih Muslim karangannya ini.

Sifatnya lebih baik dan lebih rapi, serta memudahkan bagi pembaca dalam metode penulisan dibanding kitab Shahih Bukhari.

Sekalipun Kitab Shahih Muslim mengikuti metode yang lebih modern di saat itu, namun karena kebutuhan terhadap penyesuaian bab-bab yang beliau angkat, mengharuskan terjadinya pengulangan dalam penyebutan hadits-hadits, yang jika diteliti dengan cermat, maka jumlah Hadits yang tidak terulang di dalam kitab shahihnya itu hanya 4.000 hadits saja.

Hal semacam ini juga terjadi dalam kitab Shahih Bukhari.

Untuk hadits-hadits lain yang tidak dicantumkan dalam kitab Shahih Muslim, beliau cantumkan dalam kitab-kitab karangannya yang lain.

Dalam pencantuman di kitab-kitab selain Shahih Muslam, maka beliau tidak mensyaratkan dari hadits shahih pilihan, namun dari hadits-hadits yang derajatnya variatif.

Sayang sekali kitab-kitab karangan beliau selain kitab Shahih Muslim, jarang dikenal dan kurang dilestarikan oleh umat Islam generasi berikutnya.

Sedikit perbedaan metode penulisan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, antara lain:

1. Imam Bukhari dalam memberi judul bab, mayoritas diambil dari potongan hadits tanpa sanad, sedang Imam Muslim mencantumkan sebuah tema sebagai judul, sedangkan materi hadits secara lengkap langsung dicantumkan pada isi bab.

2. Dibanding Imam Bukhari, maka Imam Muslim lebih memperhatikan definisi nama perawi dan yang hadits diriwayatkan jika terjadi keserupaan, semisal ini adalah lafadznya Polan, atau Polan adalah perawi yang berasal dari Baghdad, dan sebagainya.

3. Imam Muslim lebih rapi di dalam menyusun bab-bab yang dipilih, dan disesuaikan dengan kebutuhan pembacanya.

4. Imam Muslim tidak pernah memotong cuplikan hadits seperti yang dilakukan oleh Imam Bukhari, tetapi selalu menulis sebuah Hadit secara lengkap.

5. Masih banyak keunggulan Shahih Muslim daripada Shahih Bukhari dari sisi sistem penulisannya. Namun, sekalipun demikian, para ulama bersepakat bahwa kitab Shahih Bukhari lebih utama dibanding kitab Shahih Muslim karena ditinjau dari tata cara menentukan derajat keshahihan hadits-haditsnya.

Bahkan para ulama dan seluruh umat Islam bersepakat bahwa kitab yang paling shahih setelah kitab suci Alquran adalah kitab Shahih Bukhari, baru kemudian kitab Shahih Muslim pada urutan berikutnya.

Luthfi Bashori

Penulis adalah pendakwah

ikuti terus update berita rmoljatim di google news