Menyelamatkan Demokrasi, Menggugat Putusan Mahkamah Konstitusi dan Ancaman Revisi UU Pilkada 2024

Moch. Hasan
Moch. Hasan

DEMOKRASI di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan terpanggil untuk menyuarakan keprihatinan terhadap peristiwa terkini yang sedang mengguncang tatanan demokrasi di Indonesia.

Baru-baru ini, gambar Garuda berlatar belakang biru menjadi simbol dari kampanye "Peringatan Darurat" viral menyebar di berbagai lini jaringan media sosial. Aksi garuda berlatar biru ini sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pilkada 2024. 

Perdebatan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan ancaman revisi UU Pilkada mencuat di berbagai lapisan masyarakat. Meski beberapa pihak melihat putusan MK sebagai peluang bagi partai kecil dan independen, namun, kekhawatiran yang lebih besar mencuat terkait stabilitas politik dan demokrasi.

Banyak pihak, termasuk mahasiswa, aktivis, dan masyarakat sipil, menolak keputusan ini, karena dianggap membuka celah bagi manipulasi dan melemahkan kontrol politik lokal.

Reaksi massa, terutama dari kalangan mahasiswa, aktivis, dan masyarakat sipil, menolak upaya yang dianggap dapat mengurangi ruang demokrasi yang telah dibuka oleh putusan MK.

Lebih dari sekadar merespons keputusan MK, aksi massa yang terjadi adalah bentuk perlawanan terhadap potensi revisi UU Pilkada yang dinilai akan menggerus prinsip demokrasi yang telah susah payah dibangun. 

Dinilai oleh berbagai kalangan. Revisi ini, jika diterapkan, bukan hanya akan membatasi hak politik lokal, tetapi juga berpotensi menjadi alat manipulasi oleh kekuatan tertentu untuk mempertahankan kekuasaan.

Kekhawatiran akan pembatasan hak politik lokal dan kemungkinan manipulasi keputusan MK demi kepentingan tertentu menjadi poin sentral dalam pergerakan ini.

Meski putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan partai tanpa kursi di DPRD untuk mencalonkan kepala daerah tidak secara khusus diterbitkan untuk kepentingan partai tertentu, termasuk PSI (Partai Solidaritas Indonesia).

Namun, spekulasi publik muncul karena PSI, yang belum memiliki banyak kursi di DPRD, mungkin diuntungkan oleh putusan ini, terutama jika ingin mengusung Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi, dalam Pilkada DKI Jakarta 2024. Meski begitu, putusan MK berlaku umum untuk semua partai politik.

Aksi massa yang terjadi bukan semata-mata untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap suatu keputusan, melainkan sebagai wujud perlawanan terhadap upaya-upaya yang dinilai mengancam fondasi demokrasi yang seharusnya menjadi pijakan utama negara ini.

Gerakan "darurat garuda biru" ingin mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan kritis. Demokrasi yang sehat tidak akan tercipta jika rakyat hanya diam dan menerima segala keputusan tanpa pengawasan.

Kampanye dalam garuda latar biru Ini merupakan seruan serius supaya suara rakyat harus lebih keras dan lebih tegas. Setiap upaya yang berpotensi mengancam fondasi demokrasi harus dilawan dengan gigih.

Pekik darurat garuda latar biru adalah gelombang badai yang menggelandang siapa pun untuk pasang badan untuk mempertahankan demokrasi adalah pilar utama negara ini, dan setiap upaya untuk meruntuhkannya adalah pengkhianatan terhadap seluruh rakyat Indonesia.

penulis merupakan wartwan RMOLJatim

ikuti terus update berita rmoljatim di google news