Merayakan Lebaran dengan Hati, Bukan Sekadar Baju Baru

Moh. Hasan
Moh. Hasan

SIAPA yang gak senang punya baju baru?  Apalagi menjelang lebaran, rasanya pengen tampil keren dan ganteng pol.  Tapi,  ada yang menarik dari percakapan seorang ibu dengan anak laki-lakinya yang saya dengar.  Si Ibu seorang pedagang ayam potong mengajak anaknya belanja baju lebaran, tapi si anak menolak dengan alasan sudah punya baju rapi buat sholat Ied.

Anak muda ini, namanya Huda, punya prinsipnya sendiri.  Dia nggak suka ikut-ikutan tren dan dia hanya beli barang yang memang diperlukan.  Sikapnya yang santai dan mandiri ini membuat saya merenung.  Apa iya baju baru selalu jadi kebutuhan utama di hari raya?

Lebaran, hari kemenangan setelah sebulan berpuasa, selalu dirayakan dengan suka cita.  Di Indonesia, tradisi mudik dan baju baru selalu identik dengan momen ini.  Mudik memang jadi momen istimewa buat kumpul keluarga dan melepas rindu di kampung halaman.Mereka yang baru datang dari perantauan seringkali saling bertanya kabar setelah sekian lama tak bertemu. Ada pula yang berbagi kisah pengalaman dari daerah rantauan masing-masing.

Tapi, bagamana dengan tradisi memakai baju baru?  Apakah memang harus jadi simbol kemenangan? Apa iya juga sebagai ungkapan menghormati hari raya? Yakin seperti itu?

Idul Fitri adalah momen sakral, merayakan setelah sebulan menjalani puasa Ramadhan, ritual untuk membersihkan diri dari dosa dan meraih kemenangan atas hawa nafsu. Syarat utama meraih kemenangan adalah dengan kembali ke fitrah,  yaitu menjadi pribadi yang suci dan bersih, baik hati dan pikiran.

Pikiran diperbarui lebih positif, akhlak ditingkatkan menjadi lebih beradab. Barangkali keadaan ini diibaratkan seperti berbaju baru. Memakai baju baru mungkin bisa memberikan rasa nyaman dan segar,  tetapi  kesucian jiwa jauh lebih penting.

Baju baru memang bisa  meningkatkan rasa percaya diri dan membangkitkan semangat baru.  Namun,  jangan sampai terjebak dalam  "kebahagiaan semu"  yang didapat dari pencitraan dan penampilan.  Kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri,  dari hati yang bersih dan pikiran yang positif.

Dalam realita sekitar.  Tidak semua orang mampu membeli baju baru.  Justru,  perayaan lebaran yang penuh dengan baju baru bisa menjadi pengingat bahwa masih banyak saudara kita yang kurang beruntung.  Saat kita berbahagia dengan baju baru,  ada keluarga yang mungkin  merasa tertekan karena tak mampu membeli baju baru untuk anak-anaknya.

Lebaran adalah momen untuk berbagi kebahagiaan.  Salah satu bentuk berbagi yang bisa dilakukan adalah menunjukkan empati terhadap sesama, terutama mereka yang kurang beruntung. Jangan sampai perayaan Iedil Fitri justru menciptakan jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Lebaran  haruslah  menjadi  momen  introspeksi  diri  dan  kontemplasi  pada  esensi  sejati  dari  perayaan.

Tidak salah berbaju baru untuk menghormati Hari Raya Iedil Fitri. Hanya saja momen kegembiraan berbaju baru juga mesti dapat dirasakan saudara muslim yang kurang beruntung. Maksudnya, ketika belanja baju barangkali bisa  menyisihkan sebagian dana untuk membantu keluarga kurang mampu,  misalnya dengan membelikan baju baru atau memberikan bantuan lain yang mereka butuhkan.

Mari  sambut  hari  kemenangan  dengan  hati  yang  bersih,  jiwa  yang  tenang,  dan  semangat  baru.  Semoga  Allah  SWT  meridhoi  kita  semua  dan  menjadikan  kita  hamba-Nya  yang  selalu  bersyukur.[R]

penulis merupakan wartawan RMOLJatim

ikuti terus update berita rmoljatim di google news