Seorang anak di Kota Blitar berinisial RM terancam gagal masuk perguruan tinggi negeri di Malang. Pasalnya, setelah diterima di universitas tersebut dia dikenakan membayar biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp 4.750.000 per semester. Pengumuman biaya UKT itu disampaikan pada 25 Juni.
- Australia Kembali Beri Kesempatan Mahasiswa Indonesia Berprestasi Dapatkan Program Beasiswa 2023
- Semarakkan HJKS ke-729, Pemkot Surabaya Geber PHBS dan Sekolah Ramah Anak
- Berharap Bisa Sekolah Tatap Muka, Pelajar SMPN 1 Geger Mulai Jalani Vaksinasi
UKT sebesar itu tentu sangat memberatkan bagi MW, ibu RM yang bekerja dengan penghasilan Rp 2,5 juta per bulan.
"Ini biaya besar sekali. Saya tidak yakin anak saya bisa kuliah di sana," ungkap MW kepada Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (27/6).
Dengan adanya pengumuman besaran UKT, MW berharap agar pihak kampus dapat menurunkan biaya UKT. Sehingga anaknya tetap bisa melanjutkan pendidikan.
Menurut MW, anaknya RM temasuk siswa berprestasi di Kota Blitar. Selama bersekolah hingga lulus, nilai-nilai rapor RM sangat bagus. Bahkan RM pernah menjuarai lomba pidato bahasa Inggris dan menjadi duta baca. RM juga membantu mengajar di sekolah anak-anak jalanan di Kota Blitar.
"Ya saya tetap berharap anak saya bisa kuliah. Saya berharap ada keringanan dari kampus, seperti kakaknya yang sudah kuliah di kampus negeri lain di Malang," harap MW yang diberi batas waktu tiga hari tepatnya 30 Juni untuk menyelesaikan biaya UKT.
MW mengatakan, sebelumnya kakak RM kuliah di kampus negeri di Malang, tapi beda kampus. Bedanya, biaya UKT kakak RM lebih terjangkau yakni sebesar Rp 1 juta per semester.
Karenanya MW berharap ada keringanan dari kampus terkait biaya UKT. Tapi jika biaya UKT tetap tinggi, maka RM terpaksa harus menutup impiannya untuk berkuliah.
"Ya kalau biaya UKT mahal, bagaimana lagi. Kami tidak mampu," imbuh MW.
Terpisah, pegiat pendidikan di Kota Blitar, Juni Levesque, menyesalkan biaya UKT di kampus negeri yang tinggi. Menurutnya, hal itu tidak mencerminkan sisi keadilan.
"Jika besaran biaya UKT ditetapkan Rp 4.750.000, maka ibunya RM dalam sebulan harus menyisihkan sekitar Rp 800 ribu. Padaha dia single parent dan harus menghidupi kedua anaknya. Sementara penghasilannya per bulan hanya Rp 2,5 juta. Itu belum termasuk biaya kontrak rumah sebulan Rp 750 ribu. Biaya BPJS. Listrik. PDAM. Paket data internet. Dan biaya makan sehari-hari. Belum lagi ibunya RM harus menyisihkan uang UKT anak pertamanya yang juga kuliah di Malang sebesar Rp 200 ribu per bulan untuk biaya UKT Rp 1 juta per semester. Intinya biaya UKT ini sangat memberatkan bagi orang-orang berpenghasilan rendah," kata Juni.
Menurut Juni, MW sebenarnya ingin mengkuliahkan anaknya dengan membayar. Namun dengan biaya UKT mahal, dia pesimis anaknya dapat kuliah di kampus negeri.
"Ibu ini ingin anaknya kuliah tapi tidak gratis. Dia bersedia membayar. Hanya saja dia mengaku merasa berat jika biaya UKT mahal," ujar pendiri sekolah anak jalanan Gang Cutin di Kota Blitar ini.
Juni pun mempertanyakan rumusan perhitungan penentuan biaya UKT yang mahal. Padahal sebelumnya, pihak kampus telah mendata mereka.
"Dari situ seharusnya mereka (kampus) tahu kalau mereka hidupnya pas-pasan. Ini bertolak belakang dengan nasib anak lain di Blitar yang kedua orangtuanya bekerja sebagai ASN tetapi biaya UKT di kampus negeri cuma dibebankan Rp 3.000.000. Coba bagaimana rumusannya. Yang satu anak orang berpenghasilan rendah, satunya anak ASN. Di mana rasa keadilannya?" Kritik Juni.
Juni merasa iba dengan nasib RM jika sampai tidak meneruskan pendidikan ke jenjang tinggi hanya karena tidak mampu membayar biaya UKT.
"Sedih mengetahui ini. Padahal yang namanya pendidikan bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup seseorang menuju lebih baik. Yang terjadi kebalikannya. Mereka tidak bisa menempuh pendidikan gara-gara biaya UKT mahal. Saya yakin kasus ini bukan satu-satunya. Saya yakin kejadian ini juga dialami banyak anak yang ingin kuliah di kampus negeri," urai Juni.
Juni berharap kasus ini dapat menjadi perhatian dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. "Semoga ini jadi perhatian pemerintah Kota Blitar. Ibu RM selama ini tidak pernah menerima bantuan sosial apapun termasuk BLT karena dianggap bukan keluarga tidak mampu," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Romdhoni Maju Sebagai Calon Ketum GP Ansor Kota Blitar
- Smart Governance, Mas Ibin-Mbak Elim Siap Wujudkan Kota Blitar yang Transparan
- Kritik Pedas Program Smart City Bambang-Bayu di Pilkada Kota Blitar