Perbedaan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha antara Muhammadiyah dan pemerintah adalah hal yang biasa dan sudah berulang kali terjadi. Oleh karena itu, masyarakat khususnya umat Islam hendaknya menyikapi dengan dewasa, arif, dan bijaksana.
- Usai Dikasih Izin Tambang, Dikhawatirkan NU dan Muhammadiyah Tidak Kritis Lagi
- Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
- Cagub Luluk: Muhammadiyah Dan NU Penjaga Demokrasi Dan Ekonomi Jawa Timur
"Tidak perlu ada reaksi yang berlebihan," ucap Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammad Prof Abdul Muti dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (2/4).
Abdul Muti menguraikan, ada kelompok hisab dan rukyah untuk menentukan awal Ramadhan, yang keduanya merujuk pada ayat Al Quran dan Hadits yang sama.
Perbedaan terjadi karena perbedaan kriteria antara mereka yang menggunakan hisab hakiki wujudul hilal dengan kelompok imkanur rukyat yang merupakan masalah ijtihad. Jadi masalahnya bersifat furu', bukan usul.
Atas dasar itu, Abdul Muti mengimbau masyarakat hendaknya saling bertoleransi dan saling menghormati. Perbedaan penetapan bukan soal benar atau salah, menang atau kalah, tapi soal keyakinan dan pilihan.
"Agar tumbuh sikap saling memahami, penting sekali memahami sumber dan sebab perbedaan sehingga tidak saling menghakimi," pungkasnya.
Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada hari Minggu, 3 April 2022. Pemerintah melalui Sidang Itsbat Kementerian Agama menggunakan metode imkanu rukyatul hilal.
Sementara Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1443 H ini pada tanggal 2 April 2022 berdasarkan pada metode hisab hakiki wujudul hilal.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemerintah Kota Kediri Gelar Operasi Pasar Murni untuk Menekan Kenaikan Harga Selama Ramadhan
- Pemkot Surabaya Pastikan Ketersediaan LPG 3 Kilogram Aman Menjelang Ramadan
- Komisi A DPRD Madiun Dukung SE 3 Menteri soal Pembelajaran di Bulan Ramadhan